Mahkamah Agung Edisi 4 - page 78

76
MAHKAMAH AGUNG
– Nomor 4 Edisi Mei 2014
RAGAM
tuk tugas tambahan tersebut, seperti SK dan lain-lain. Tu-
gas tambahan tersebut dibolehkan karena memang bisa
mendukung SKP.
Penilaian SKP berasal dari dua unsur, yaitu sasaran ker-
ja pegawai dan perilaku pegawai, dengan bobot SKP 60%
dan perilaku kerja 40%. Unsur perilaku kerja yg dievaluasi
harus relevan, mempengaruhi prestasi kerja dan berhubun-
gan dengan pelaksanaan tugas jabatan PNS yg dinilai.
Penilaian dilakukan berdasarkan prinsip objektif, ter­
ukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Tujuannya
untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yg dilaku-
kan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier,
dengan titik berat pada sistem prestasi kerja. Penilaian
dilaksanakan oleh Pejabat Penilai sekali dalam setahun
(akhir Desember tahun bersangkutan/akhir Januari tahun
berikutnya).
DP3 ke Laut Aja!
Sebelumnya penilaian PNS dilakukan melalui Daf­
tar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, atau biasa dising-
kat DP3. DP3 dinilai sudah tidak lagi substantif karena
tidak berkait langsung dengan apa yang dikerjakan pega­
wai. Selain itu, DP3 juga tidak bisa digunakan sebagai
pengukuran seberapa besar produktivitas dan kontribusi
PNS terhadap organisasi? Karena penilaian DP3 berori-
entasi pada penilaian kepribadian dan perilaku, tidak ter-
fokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas dan
pengembangan pemanfaatan potensi.
Kenyataan empirik menunjukkan proses penilaian
pelaksanaan pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam
proses formalitas. DP3 dirasa telah kehilangan arti dan
makna substantif. DP3 secara substantif tidak dapat digu-
nakan sebagai ukuran seberapa produktif PNS, seberapa
besar keberhasilan dan atau kegagalan PNS dalam melak-
sanakan tugas pekerjaannya.
Penilaian DP3 lebih berorientasi pada penilaian
kepribadian (
personality
) dan perilaku (
behavior
), ter-
fokus pada pembentukan karakter individu, bukan pada
kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (
end resul
t) dan
pengembangan pemanfaatan potensi.
Proses penilaian DP3 lebih bersifat rahasia, sehingga
kurang memiliki nilai edukatif, karena hasil penilaian tidak
dikomunikasikan secara terbuka. Selain itu, pengukuran dan
penilaian prestasi kerja tidak didasarkan pada
target goal
(kinerja standar/harapan), sehingga proses penilaian cen­
derung bias dan bersifat subyektif (terlalu pelit/murah). Pe-
nilai sering mengambil “jalan tengah” dengan nilai rata-rata
baik untuk menghindari nilai “amat baik” atau “kurang”.
Apabila diyakini untuk promosi dinilai tinggi, bila
tidak untuk promosi cenderung mencari alasan un-
tuk menilai “sedang” atau “kurang”. Dalam hal atasan
langsung sebagai pejabat penilai, ia hanya menilai, tidak
memberi klarifikasi tentang hasil penilaian dan tidak lan-
jut penilaian.
Dari beragam alasan di atas, setelah dilakukan proses
kajian yang panjang dan mendalam mengenai DP3, maka
dirumuskanlah metode baru dalam melihat kinerja PNS,
yaitu melalui pendekatan metode SKP itu tadi. Diharap-
kan, adanya SKP ini akan meningkatkan profesionalisme,
etos kerja yang baik, dan kreativitas dari semua PNS.
Untuk informasi lebih lengkap mengenai SKP, bisa klik
. (Az)
Contoh SKP Kepaniteraan Mahkamah Agung
1...,68,69,70,71,72,73,74,75,76,77 79,80,81,82,83,84
Powered by FlippingBook