Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Rabu, 27 November 2019 16:05 WIB / Azizah

Dr. SUHADI: MUSUH TERBESAR KITA SEKARANG INI ADALAH NARKOTIKA

Dr. SUHADI: MUSUH TERBESAR KITA SEKARANG INI ADALAH  NARKOTIKA

Jakarta – Humas MA: Penyalahgunaan obat-obatan terlarang semakin hari semakin meningkat terjadi di belahan bumi manapun termasuk Indonesia, di Nusantara ini kasus narkotika telah diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa. Menanggapi hal tersebut Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam UU tersebut pemerintah melakukan penegakkan hukum tindak pidana narkotika berpegang pada dua jalur utama yakni, pertama melalui penjatuhan pidana terhadap para pelaku tindak pidana narkotika, baik itu bandar, pengedar maupun pengguna dan kedua melalui rehabilitasi, khususnya terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 54.

Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga yudikatif telah mengeluarkan peraturan tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika kepada Badan Rehabilitasi, memberikan pedoman bagi Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim untuk merehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Peraturan ini adalah Peraturan Bersama antara Mahkamah Agung, Kemenkum HAM, Kemenkes, Kemensos, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNN Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 3 Tahun 2014, Nomor PER-005/A/JA/03/2014,   Nomor   1   Tahun   2014,   dan Nomor   PERBER/01/III/2014/BNN. Meskipun begitu, penyalahgunaan narkotika tetap saja meningkat.

Terkait hal tersebut, Kamar Pidana Mahkamah Agung RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbangdiklat Kumdil) Mahkamah Agung RI melaksanakan Seminar Nasional dengan tema “Efektivitas Rehabilitasi Sebagai Pemidanaan Terhadap Penyalah Guna Narkotika” di hotel Holiday Inn, Jakarta pada Rabu pagi 27 November 2019. Acara yang dibuka secara resmi oleh Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH., MH, ini dihadiri oleh Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, para Ketua Kamar, Hakim Agung, Hakim Ad-Hoc, juga peserta dari Kejaksaan Agung, Kementrian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Komisi Yudisial, LSPK, BNN, para Pimpinan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding wilayah Jabodetabek, akademisi, mahasiswa, dan undangan lainnya.

Dalam sambutannya, Hatta Ali mengatakan bahwa seminar ini penting untuk menyamakan persepsi terhadap penyalah guna narkotika dan bagaimana penanganan yang terbaik untuk mereka. Penyalah guna narkotika merupakan perbuatan yang mengganggu keselarasan hidup bermasyarakat, untuk itu menurut mantan Ketua Muda Pengawasan tersebut rehabilitasi bisa menjadi tindakan terhadap penyalah guna tersebut sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 35 tahun 2009.

Hadir sebagai pembicara dalam seminar nasional yang diikuti oleh 300 peserta ini yaitu Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung, Dr. Suhadi, SH., MH, Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Dr. Heffinur, S.H., M.Hum, Widyaiswara Ahli Utama Badan Narkotika Nasional Dr. dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Dr. Sri Puguh Budi Utami, Bc.IP., M.Si, dengan moderator Artha Theresia Silalahi, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palembang.

http://103.16.79.44/cms/media/6853

MUSUH TERBESAR SAAT INI

Dr. Suhadi, SH., MH, dalam paparannya mengatakan narkotika sudah menjadi musuh bersama karena telah menghancurkan generasi dari berbagai kalangan. Tua muda, kaya miskin, sehat sakit semua yang telah terkena “bius”nya, pasti akan tergantung dengan barang haram tersebut. Lebih lanjut mantan Juru Bicara Mahkamah Agung tersebut mengatakan bahwa harga narkotika itu mahal, sabu-sabu misalnya, untuk satu gram sabu harganya sekitar 1-2 Juta, lebih mahal dari harga satu gram emas, meski begitu penggunanya semakin banyak saja. Barang haram tersebut masih saja dicari orang, “semakin tinggi  harganya, semakin banyak yang mencari. Inilah musuh terbesar kita saat ini,” jelas Suhadi.

Pada kesempatan tersebut, Suhadi mengatakan persentase perkara kasasi pidana khusus klasifikasi narkotika dan psikotropika tahun 2016 sampai dengan 2019 dari tahun ke tahun mengalami kenaikan di mana pada tahun 2019 perkara pidana khusus sejumlah 4.406 (empat ribu empat ratus enam) perkara, sedangkan jumlah perkara narkotika dan psikotropika sejumlah 2.682 (dua ribu enam ratus delapan puluh dua) perkara, sehingga persentase sebesar 61% (enam puluh satu persen). Padahal, jumlah lapas tidak sebanyak itu.

Terkait hal itu Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Dr. Sri Puguh Budi Utami, Bc.IP., M.Si, menjabarkan bahwa meningkatnya kasus narkotika setiap tahunnya membuat lapas selalu over capacity. Pada  November  2019,  jumlah  tahanan/narapidana  terbanyak  adalah  kasus narkotika sebanyak 121.677) orang (45,5%) terdiri dari bandar/pengedar sebanyak 72.808 orang dan pengguna sebanyak 48.869 orang di mana total penghuni lembaga pemasyarakatan sebanyak 267.507 orang sedangkan Lapas/Rutan/LPKA di Indonesia berjumlah 495, hanya menampung sebanyak 130.622 orang sehingga terjadi over kapasitas sebesar 105% (seratus lima persen).

Sri Puguh sangat mengharapkan bahwa anggaran rehabilitasi yang baru ada tahun 2020 mendatang akan membuat tahanan terkait narkotika bisa berkurang, dan korban penyalah guna narkotika bisa berkurang. (azh/RS/photo:PN)




Kantor Pusat