Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Rabu, 8 Februari 2023 09:10 WIB / Rudy Sudianto

PANMUD PIDSUS MA RI MENJADI NARASUMBER PADA FGD PENYUSUNAN MODUL PENUNTUTAN TINDAK PIDANA TERORISME, KERJASAMA KEJAKSAAN AGUNG RI – USDOJ OPDAT – DHA AUSTRALIA

PANMUD PIDSUS MA RI MENJADI NARASUMBER PADA FGD PENYUSUNAN MODUL PENUNTUTAN TINDAK PIDANA TERORISME, KERJASAMA KEJAKSAAN AGUNG RI – USDOJ OPDAT – DHA AUSTRALIA

Jakarta-Humas: pada hari Senin, tanggal 6 Februari 2023, bertempat di ruang Mawar, Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Dr. Sudharmawatingsih, S.H. M.Hum (Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung RI) ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung RI untuk mewakili lembaga yudisial menjadi Narasumber dalam acara Focus Group Discussion Penyusunan Modul Pelatihan Penuntutan Tindak Pidana Terorisme, Kerjasama Kejaksaan Agung RI – USDOJ OPDAT – DHA Australia.

Adapun dalam acara tersebut yang menjadi Narasumber adalah Profesor JM. Muslimin, MA, PhD. dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menyampaikan materi mengenai “Sosiologi Hukum Islam dan Penanganan Tindak Pidana Terorisme”, Dr. Sudharmawatiningsih, SH. M.Hum. dari Mahkamah Agung RI yang membawakan materi mengenai “Pembuktian Unsur-Unsur Delik Terorisme dalam Persidangan” dan Dr. Awaludin Marwan, SH., MH., MA. (Akademisi Universitas Bhayangkara) tentang “Digital Forensik dalam Penuntutan Tindak Pidana Terorisme”.

Peraih gelar Doktor dari Universitas Diponegoro Semarang tersebut menguraikan mengenai keadaan perkara tindak pidana Terorisme yang pernah ditangani oleh Mahkamah Agung baik perkara kasasi, peninjauan Kembali maupun pengajuan grasi, serta putusan oleh Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dalam kurun waktu tahun 2007-2022.

Diuraikan pula dalam paparannya mengenai unsur-unsur tindak pidana terorisme pada Pasal 6, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi undang-undang serta pasal-pasal lain yang berkaitan dengan tindak pidana Terorisme seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pendanaan terorisme, tindak pidana perdagangan orang, perlindungan anak, UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951, UU ITE dan lain-lain.

Sebagai pakar pidana dan aktif dalam kelompok kerja untuk perempuan dan anak MA RI, beliau memberikan perhatian serius terhadap tindak pidana yang saksi, korban, maupun pelaku adalah perempuan dan anak yang terlibat dalam tindak pidana Terorisme. Hal ini sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan PERMA Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Dikaitkan dengan tindak pidana terorisme yang ancaman hukumannya lebih dari 7 (tujuh) tahun, maka pelaku anak terancam tidak dapat dilakukan diversi karena tidak memenuhi syarat diversi, hal ini berkebalikan dengan maksud dan tujuan dari pelaksanaan pemidanaan untuk anak yaitu the best interest for the child (bahwa tujuan pemidanaan untuk anak harus memperhatikan kepentingan yang terbaik untuk anak).

Hak Restitusi dan Kompensasi bagi korban tindak pidana Terorisme juga diungkapkan untuk dapat menjadi bahan kajian, karena hal tersebut selain diatur dalam UU Terorisme, PP Nomor 35 Tahun 2020 juncto PP Nomor 7 Tahun 2018 juga diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi.

Diharapkan apa yang didiskusikan dalam FGD ini akan dapat memberikan pandangan dan masukan yang berarti dalam penyusunan modul pelatihan penuntutan tindak pidana Terorisme, khususnya bagi Jaksa/Penuntut Umum sehingga mempunyai kapasitas dan kemampuan yang memadai dalam menangani tindak pidana Terorisme terutama pada saat pembuktian di persidangan.(Humas)

 




Kantor Pusat