Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Rabu, 19 November 2025 16:25 WIB / Satria Kusuma

KETUA MAHKAMAH AGUNG SAMPAIKAN KEYNOTE SPEECH PADA KONFERENSI NASIONAL HUKUM ACARA PERDATA VIII

KETUA MAHKAMAH AGUNG SAMPAIKAN KEYNOTE SPEECH PADA KONFERENSI NASIONAL HUKUM ACARA PERDATA VIII

Jakarta-Humas: Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H. menghadiri Konferensi Nasional Hukum Acara Perdata VIII dan Upgrading Hukum Acara Perdata yang diprakasai oleh Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata dan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Acara diselenggarakan di Universitas Kristen Indonesia, Jakarta pada Rabu (19/11).

Pada kesempatan ini Ketua Mahkamah Agung berkesempatan menjadi pembicara kunci dengan penyampaian materi bertema “Transformasi Hukum Penyelesaian Sengketa dan Cara Berhukum di Era Digital”.

Sunarto menjelaskan transformasi hukum perlu diupayakan seirinig era revolusi industri 5.0 kini. Mengungkit peribahasa Belanda “het recht hinkt achter de feiten aan,” yang menggambarkan bahwa hukum kerap tertinggal dari dinamika masyarakat.

Seiring hal tersebut Prof. Sunarto menekankan sistem hukum nasional harus dapat beradaptasi dengan praktik hukum internasional.

“Contoh ini sangat relevan dan menjadi landasan kuat untuk justifikasi aksesi konvensi-konvensi HCCH dan reformasi regulasi nasional agar semakin mendukung integrasi hukum global.” ujar Prof. Sunarto.

Mantan Ketua Kamar Pengawasan itu menyampaikan yurisprudensi dapat menjadi salah satu sarana transformasi hukum. Dalam konteks ini, putusan-putusan Mahkamah Agung dapat membentuk yurisprudensi melalui prinsip judge made law yang berfungsi sebagai preseden dan melengkapi hukum tertulis. Yurisprudensi menjadi rujukan, memperkuat konsistensi, dan    meningkatkan kepastian hukum.

Dirinya memberikan salah satu contoh putusan nomor 976 K/Pdt/2015 yang memberi kepastian dalam konflik kasus pertanahan.

“Kaidah ini dilatarbelakangi oleh perlunya kepastian dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang melibatkan sertifikat ganda. Dalam praktik, sertifikat ganda dapat muncul karena kesalahan administratif, tumpang tindih pendaftaran, atau kelalaian lainnya. Tanpa pedoman yang jelas, sengketa semacam ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian mengenai siapa pemegang hak yang sah.” tuturnya

Selain itu, transformasi hukum juga diupayakan melalui penerbitan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). SEMA yang merupakan hasil perumusan doktrin atau pandangan para Hakim Agung yang dirumuskan dalam rapat pleno dapat menjadi salah satu sumber hukum formal guna mendorong transformasi hukum.

Pembaruan hukum acara perdata juga dilakukan melalui PERMA yang dijelaskan salah satu contohnya dengan diterbitkan PERMA Nomor 6 Tahun 2022 tentang Administrasi Pengajuan   Upaya Hukum dan Persidangan Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Secara Elektronik.

“PERMA ini memperluas digitalisasi administrasi perkara di Mahkamah Agung, khususnya pada proses kasasi dan peninjauan kembali. Transformasi yang diatur meliputi pendaftaran, pembayaran, pemberitahuan upaya hukum secara elektronik, pemeriksaan perkara kasasi dan PK di MA secara elektronik, domisili elektronik, serta pengiriman salinan putusan secara elektronik ke pengadilan pengaju.” ungkap Ketua MA.

Di era digital saat ini dirinya menyampaikan telah terjadi pergeseran administrasi peradilan yang dari konvensional ke elektronik. Baik dari tahapan pendaftaran, pembayaran biaya perkara, pemanggilan para pihak, hingga pembacaan putusan pun kini telah bergeser dilakukan secara elektronik.

“Transformasi ini memberikan sejumlah manfaat penting antara lain efisiensi waktu dan biaya, perluasan akses terhadap peradilan bagi pihak yang berjauhan atau memiliki keterbatasan mobilitas, peningkatan transparansi dan akurasi administrasi melalui sistem elektronik, serta fleksibilitas pembuktian dan pemeriksaan saksi melalui teknologi audio-visual.” tutur Prof. Sunarto.

Disampaikan penerapan pengadilan elektronik telah menjadi tren global. Dirinya memberi contoh di Uni Eropa, misalnya, melalui European e-Justice Strategy 2019–2023 mendorong  penggunaan teknologi digital untuk  mempercepat dan memperluas  akses  terhadap  layanan peradilan.

Menutup materinya Ketua MA memberikan pesan inspiratif kepada para peserta konferensi yang hadir “Di tengah derasnya perubahan, transformasi hukum bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Hukum acara perdata pun harus terus beradaptasi, sebab era digital menuntut cara baru dalam berhukum.” (sk/ds/RS/Photo:yrz)




Kantor Pusat