Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Artikel / Selasa, 18 November 2025 13:16 WIB / Azizah

KEADILAN YANG BERGEMA: PARADIGMA TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS, DAN STRATEGI KOMUNIKASI PUBLIK PERADILAN DI ERA DIGITAL

KEADILAN YANG BERGEMA: PARADIGMA TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS, DAN STRATEGI KOMUNIKASI PUBLIK PERADILAN DI ERA DIGITAL

Keadilan yang Bergema:Paradigma Transparansi, Akuntabilitas, dan Strategi Komunikasi Publik Peradilan di Era Digital

Oleh : Dr. H. A.S. PUDJOHARSOYO., SH.,M.Hum

Hakim Agung  pada Kamar Pidana  Mahkamah Agung RI

 

Pendahuluan: Memaknai Visi Keadilan Publik Ketua Mahkamah Agung

1.1. Konteks Historis dan Analisis Filosofis “Pesan” Ketua MA

Pernyataan fundamental yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Prof. Dr. H. Sunarto, SH, MH, pada Rapat Pleno Kamar MA RI tahun 2025—bahwa, "Keadilan tidak lagi cukup hanya tertulis dalam lembar putusan, melainkan harus bergema di ruang publik sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas lembaga peradilan"—merupakan penegasan kembali komitmen institusional terhadap reformasi yudisial. Pernyataan ini menandai pergeseran penekanan dari transparansi yang bersifat kuantitatif menuju akuntabilitas yang bersifat kualitatif. Visi ini mengharuskan lembaga peradilan mengukur keberhasilannya berdasarkan resonansi dan pemahaman yang dihasilkan di tengah masyarakat, bukan semata-mata pada ketersediaan dokumen hukum.

Secara filosofis, pesan ini menggarisbawahi tantangan evolusi pemikiran hukum di Indonesia. Dalam tradisi civil law yang dianut, Hakim secara historis dianggap sebagai corong undang-undang (la bouche de la loi), dengan tugas utama menerapkan hukum tertulis secara formalistik. Namun, tuntutan agar keadilan "bergema" merefleksikan kesadaran bahwa hukum tidak boleh berada di ruang kedap air. Perubahan dalam hukum seringkali merupakan respons terhadap perubahan realitas sosial. Jika hukum teratih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat, akan timbul "jurang" antara masyarakat dan hukum. Oleh karena itu, kegagalan putusan untuk bergema di ruang publik mengindikasikan kegagalan Hakim dalam memainkan peran adaptifnya untuk menyesuaikan hukum dengan perkembangan masyarakat (ius), yang pada gilirannya berpotensi merusak legitimasi lembaga peradilan.

Untuk membaca lebih lanjut artikel ini, silakan klik tautan di bawah ini. 



Dokumen



Kantor Pusat