Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Rabu, 21 November 2018 16:40 WIB / pepy nofriandi

PESERTA DIKLAT PIMPINAN PENGADILAN KUNJUNGI MA

PESERTA DIKLAT PIMPINAN PENGADILAN KUNJUNGI MA

Jakarta—Humas: Sebanyak 120 peserta Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan Pengadilan (Diklat Pimdil) Angkatan XVI—XVIII berkunjung ke Mahkamah Agung, Rabu (21/11/2018). Kedatangan peserta diklat tersebut didampingi oleh Kepala Balitbang Diklat Kumdil, DR. Zarof Ricar, S.H., S. Sos., M. Hum., Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan, Edward TH Simarmata, S.H., LLM., MTL., para widyaiswara serta sejumlah karyawan. Di Mahkamah Agung, mereka diterima oleh Sekretaris Mahkamah Agung, A. S. Setyo Pudjoharsoyo, S.H., M. Hum, Panitera Mahkamah Agung, Made Rawa Aryawan, S.H., M. Hum dan Kepala Biro Hukum dan Humas, DR. Abdullah, S.H., MS.

Menurut DR. Zarof Ricar, S.H., S. Sos., M. Hum., kenjungan ini dimaksudkan selain untuk memperkenalkan Mahkamah Agung kepada peserta yang berasal dari berbagai pengadilan, juga dimaksudkan untuk menyimak ceramah umum yang disampaikan oleh Panitera dan Sekretaris Mahkamah Agung. “Mohon perkenan Pak Sesma dan Pak Panitera untuk memberikan arahan dan wejangan kepada seluruh peserta diklat,” ujar Zarof dalam sambutannya.

Isu-Isu Kepaniteraan dalam Pengajuan Berkas Upaya Hukum

Dalam ceramahnya, Panitera Mahkamah Agung memaparkan tentang temuan-temuan dalam proses berperkara yang menurutnya merupakan tindak lanjut dari kerja-kerja para pimpinan Pengadilan di tingkat pertama. “Kerja kami di Mahkamah Agung pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pekerjaan Bapak dan Ibu di pengadilan tingkat pertama,” ujar Made Rawa.

Kepaniteraan Mahkamah Agung, lanjut Made Rawa Aryawan, secara umum bertanggung jawab pada dua permasalahan utama, yakni kelengkapan berkas perkara yang diajukan ke Mahkamah Agung dan penerapan hukum acara. “Dua hal ini, perlu dicermati dan diketahui oleh pimpinan pengadilan tingkat pertama agar masyarakat pencari keadilan dapat terlayani dengan baik,” jelas Made Rawa.

Menurut Made Rawa, selain perlu memiliki pengetahuan terhadap pemberkasan dan hukum acara pemeriksaan di Mahkamah Agung, pimpinan pengadilan juga perlu memiliki pengawasan yang baik terhadap proses pengajuan berkas perkara ke Mahkamah Agung. “Perlu strategi pengawasan dari pimpian pengadilan agar pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang berlaku,” ungkap Made Rawa.

Selanjutnya, Made Rawa secara rinci menyampaikan permasalahan-permasalahan yang seringkali ditemukan dalam pengajuan berkas upaya hukum ke Mahkamah Agung, seperti soal surat menyurat Mahkamah Agung dengan Pengadilan Pengaju, tenggang waktu pengajuan berkas upaya hukum dan lain-lain.

Kepemimpinan Pengadilan dan Cita Rasa Kopi Mantap

Berbeda dengan Panitera yang lebih banyak mengkaitkan kepemimpinan dengan kemampuan memahami dan melakukan pengajuan berkas upaya hukum, Sekretaris Mahkamah Agung, A. S. Pudjoharsoyo, lebih menekankan pada kualitas kepemimpinan pengadilan. Dalam paparannya bertajuk Kepemimpinan Pengadilan, Pudjoharsoyo mengungkapkan bahwa kualitas pengadilan adalah himpunan atau gugasan dari kualitas aspek-aspek kepaniteraan dan kualitas aspek-aspek kesekretariatan.

Untuk itu, lanjut Pudjoharsoyo, pimpinan pengadilan tidak hanya harus memiliki kompetensi di bidang teknis peradilan, namun juga harus berkompeten dalam bidang non-teknis atau kesekretariatan. “Cetak biru pembaruan peradilan tahun 2010-2035 serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2015 secara tegas mengatur kompetensi-kompetensi tersebut,” tegas Pudjoharsoyo.

Di bagian lain, Pudjoharsoyo menjelaskan tentang kriteria keberhasilan pemimpin pengadilan yang tidak hanya diukur pada saat ia menjadi pemimpin di satuan kerja yang dipimpinnya, namun juga bagaimana menyikapi hal-hal yang sudah dilakukan oleh pendahulunya dan apa yang dapat ditinggalkan untuk penerusnya.

“Dari pendahulu sebelumnya, pimpinan pengadilan harus dapat melanjutkan tradisi baik yang ditinggalkan seniornya, dan dapat mengembangkan kebijakan-kebijakan dan tradisi yang unggul dalam kepemimpinannya serta dapat meninggalkan tradisi baik yang dapat dinikmati oleh penerusnya,” papar Pudjoharsoyo.

Menjadi pimpinan pengadilan, lanjut Pudjoharsoyo, adalah untuk kepentingan semua orang atau kolektif. “Karena itu, janganlah berfikir kepemimpinan saudara hanya untuk batu loncatan saudara pribadi tanpa memikirkan orang-orang yang melanjutkan kepemimpinan saudara,” tegas Pudjoharsoyo.

Seperti video falsafah kopi dan gula yang diputar diawal pemaparannya tentang kepemimpinan, Pudjoharsoyo berpesan agar para pimpinan pengadilan meneladani falsafah gula dalam secangkir kopi. “Berikanlah rasa manis meskipun nama saudara tidak diungkapkan dalam sebutan, seperti ungkapan “mantap kopinya” bukan “mantap gulanya” manakala takaran kopi dan gula seimbang. Yakinlah bahwa rasa yang saudara tebarkan akan mendorong orang mengakui makna kepemimpinan saudara,” pungkas Pudjoharsoyo. (Humas/Mohammad Noor/RS/foto Pepy)

 




Kantor Pusat