Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Kamis, 1 Agustus 2019 19:13 WIB / Azizah

BADAN DIKLAT MA DAN IKAHI ADAKAN SEMINAR NASIONAL TENTANG CONTEMPT OF COURT

BADAN DIKLAT MA DAN IKAHI ADAKAN SEMINAR NASIONAL TENTANG CONTEMPT OF COURT

Jakarta - Humas MA: Peristiwa yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Juli 2019 lalu, di mana seorang oknum advokat memukul hakim yang sedang membacakan putusan bukanlah kejadian yang melecehkan dunia peradilan yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya pernah pula terjadi kejadian serupa, antara lain pembakaran gedung pengadilan Negeri Larantuka pada 15 November 2003, penusukan hakim di Pengadilan Agama Sidoarjo pada 21 September 2005, pembakaran Gedung Pengadilan Negeri Maumere pada 22 September 2006,  kerusuhan di dalam gedung Mahkamah Konstitusi pada 14 November 2014 dan yang lainnya. Kejadian-kejadian tersebut merupakan contempt of court dan tentu mengganggu jalannya proses persidangan yang memprihatinkan kehidupan hukum di Indonesia dan menyebabkan menurunnya wibawa peradilan serta dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Akibatnya, pelayanan bagi masyarakat pencari keadilan menjadi terganggu.

Menanggapi hal tersebut Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Latihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung bekerja sama dengan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) menyelenggarakan seminar nasional tentang Peran Undang-undang Contempt of Court (CoC) di Hotel Holiday Inn, Jakarta pada Kamis, 1 Agustus 2019.

Acara yang dihadiri oleh ratusan peserta yang berasal dari hakim, pengacara, jaksa, akademisi, jurnalis dan mahasiswa ini dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Non Yudisial, Dr. Sunarto, SH., MH. Dalam keynote speechnya, Dr. Sunarto mengatakan bahwa Pengadilan merupakan lembaga yang berfungsi untuk mengkoordinasi sengketa-sengketa yang terjadi dalam masyarakat, dan merupakan ‘rumah pengayom’ bagi masyarakat pencari keadilan yang mempercayai jalur litigasi serta dianggap sebagai ‘perusahaan keadilan’ yang mampu mengelola sengketa dan mengeluarkan produk keadilan yang bisa diterima oleh semua masyarakat. Oleh karena itu, sejatinya tugas dan fungsi pengadilan tidak sekadar menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum dalam masyarakat.

http://103.16.79.44/cms/media/6300

Terjadinya peristiwa-peristiwa yang menurunkan wibawa peradilan, menurut mantan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah itu merupakan ekspresi ketidakpercayaan publik kepada proses peradilan yang sedang berjalan. Padahal, menurut Sunarto Mahkamah Agung telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada pengadilan melalui sejumlah regulasi berupa Surat Edaran Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung, hingga pembentukan kelompok kerja peningkatan kepercayaan publik, dan yang terakhir Mahkamah Agung juga mengakomodir berbagai masukan saran dan kritik melalui program #MARI Mendengar yang pada edisi perdana mengambil tema Perempuan dan Anak.

Berbagai program, menurut pria asal Madura tersebut menunjukkan Mahkamah Agung terbuka atas setiap saran, maka idealnya tidak ada lagi kejadian-kejadian yang mengarah pada pencemoohan, rongrongan, dan penghinaan terhadap pengadilan sebagaimana yang disebutkan di atas.

Kejadian seperti di PN Jakarta Pusat dan yang lainnya itu menandakan bahwa mereka datang ke pengadilan bukan untuk mencari keadilan dan kebenaran, tetapi mencari pembenaran. Hal ini  menurut Sunarto bahwa pemerintah dan DPR RI  tidak memiliki pilihan lain, kecuali membuat UU Contempt Of Court, UU ini tidak hanya untuk pihak peradilan, tetapi juga untuk para pencari keadilan. Kesadaran dan pendidikan tidak cukup untuk mencegah masyarakat untuk tidak melakukan contempt of court. “CoC adalah untuk kepentingan umum, bukan hanya hakim, jaksa, dan polisi, namun juga kepentingan seluruh masyarakat pencari keadilan,” tegas Sunarto.

http://103.16.79.44/cms/media/6299

Hadir sebagai narasumber yaitu, Mantan Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. Bagir Kanan, SH., MH, Ketua Komisi Yudisial Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH., M.Hum, anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil, S.Ag., M.Si, dan akademisi dan praktisi hukum Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH., MA., Ph.D.  Acara ini dimoderatori Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas Abdurrahman Rahim, SH.,MH. (azh/RS)




Kantor Pusat