Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Jumat, 12 September 2025 14:06 WIB / Riska Vidya Satriani

PENGADILAN TINGGI MAKASSAR BERSAMA KOMISI III DPR RI BAHAS RUU KUHAP

PENGADILAN TINGGI MAKASSAR BERSAMA KOMISI III DPR RI BAHAS RUU KUHAP

Makassar-Humas: Komisi III DPR RI melaksanakan Kunjungan Kerja Spesifik dalam rangka Evaluasi Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Provinsi Sulawesi Selatan, pada Jumat 12 September 2025, di Aula Mappodang Polda Sulawesi Selatan.

Kunjungan kerja spesifik ini bertujuan untuk menjaring masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan untuk memberikan kontribusi signifikan dalam merumuskan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang lebih baik dan relevan serta dapat memperkuat sistem hukum di Indonesia secara keseluruhan.

Kegiatan ini dipimpin oleh H. Rusdi Masse Mapasessu selaku Ketua Tim beserta 13 Anggota Komisi III DPR, yaitu: Habib Aboe Bakar Al-Habsy, S.E., Dr. Drs. Rikwanto, S.H., M. Hum., Irjen. Pol. Purn. Drs. H. Safaruddin, M. I. Kom., Dr. Benny K. Harman., Dr. H. M. Nasir Djamil, M.Si., Dr. I Wayan Sudirta, S.H., M.H., Abdullah, S.Sy., Mangihut Sinaga, S.H., M.H., Andi Muzakkir Aqil, S.H., M.H., H. Nasyirul Falah Amru, S.E., Nabil Husien Said Amin Alrasydi, Dr. Syarifuddin Sudding, S.H., M.H., Andi Amar Ma'ruf Sulaiman, S.E.

Rapat kerja dimulai pada pukul 14.00 WITA dan dihadiri oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Makassar beserta jajarannya, Kapolda Sulawesi Selatan beserta jajarannya, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan beserta jajarannya dan Kepala BNNP Sulawesi Selatan.

Pada kesempatan ini WKPT Makasar, Suwono, S.H., M.H menyampaikan masukannya terkait Diversi dalam penyelesaian perkara anak menurut Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) agar diatur lebih rinci pelaksanaannya secara lengkap sampai dengan pengawasannya untuk menjamin terpenuhinya hak-hak korban karena sebelumnya Diversi sering kali dianggap selesai dengan diterbitkannya Penetapan Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan kesepakatan perdamaian dan dihentikannya pemeriksaan penyidikan/ penuntutan perkara anak tanpa memperhatikan secara substansi apakah hak korban telah dipenuhi haknya ketika akan melanjutkan penuntutan dijawab oleh aparat bahwa perkara sudah dihentikan. 

Masukan selanjutnya tentang Judicial pardon atau pemaafan hakim dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) perlu diatur hukum acara mengenai kriteria dan teknis pemaafan hakim dipersidangan untuk keseragaman beracara di mana Judicial Pardon adalah konsep di mana hakim dapat menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana, namun tidak menjatuhkan sanksi pidana karena mempertimbangkan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan saat dan setelah perbuatan dilakukan, demi tercapainya keadilan dan kemanusiaan. Konsep ini bertujuan untuk memberikan pemulihan bagi pelaku dan korban serta mengurangi efek negatif dari pemidanaan, sehingga penjatuhan pidana menjadi upaya terakhir.

Rapat kerja diakhiri pada pukul 16.30 WITA dengan sesi foto bersama para mitra kerja Komisi III DPR. (rvs/yam/azh/rs)

 




Kantor Pusat