WAKIL KETUA MA TEGASKAN KESIAPAN PERADILAN KUNCI SUKSES IMPLEMENTASI CAFTA 3.0.
TIONGKOK – Humas: Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Suharto, S.H., M.H., menyampaikan pidato utama pada Forum Kerja Sama Hukum Tiongkok-ASEAN ke-7 yang diselenggarakan di Chongqing, Tiongkok, pada 20-22 November 2025. Forum internasional ini merupakan ajang penting yang dihadiri oleh delegasi peradilan dan hukum dari negara-negara Asia. Selain Indonesia, hadir pula delegasi dari Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Vietnam, Srilanka, Pakistan, Banglades, dan Thailand.
Selain Suharto, turut hadir pula Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., Ketua Muda Pembinaan Syamsul Maarif, S.H., LL.M., Ph.D., Hakim Agung Dr. Hj. Rahmi Mulyati, S.H., M.H. dan Sekretaris Mahkamah Agung, Sugiyanto, S.H., M.H.
Dalam forum ini, Anak Agung Niko Brama Putra, S.H., M.H., Hakim Pengadilan Negeri Depok yang juga Mahasiswa Program Beasiswa PhD pada South West University of Political Science and Law juga berkesempatan hadir menyampaikan presentasinya tentang “Memperkuat Kolaborasi dan Teknologi dalam Menangani Kejahatan Lintas Batas antara Tiongkok dan ASEAN”.
Kehadiran para delegasi MA ini menunjukkan komitmen institusi peradilan tertinggi Indonesia dalam memperkuat kerja sama hukum regional.
WKMA Yudisial: CAFTA 3.0 Bergantung pada Kesiapan dan Kemandirian Sistem Peradilan di Seluruh Negara Anggota
Dalam Pidato Utamanya, Suharto menyoroti Protokol Peningkatan China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) 3.0 sebagai kemajuan kelembagaan krusial yang melampaui perdagangan tradisional, kini mencakup bab-bab utama mengenai Ekonomi Digital, Ekonomi Hijau, dan Konektivitas Rantai Pasokan.
Suharto menekankan bahwa implementasi efektif agenda baru ini sangat bergantung pada kesiapan dan kemandirian sistem peradilan di seluruh negara anggota.
Mantan Juru Bicara MA tersebut menggarisbawahi bahwa sistem hukum dituntut mampu menafsirkan dan menegakkan aturan yang semakin kompleks, seperti yang mengatur cross border data flow, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam barang digital, dan kepatuhan terhadap standar lingkungan.
"Hal ini tidak hanya membutuhkan jaminan independensi peradilan dan promosi kerja sama regional, tetapi juga upaya yang terfokus pada pelatihan dan pengembangan kapasitas peradilan di bidang ini," ujar Suharto.
Hakim Agung yang dikenal sebagai Perpustakaan Berjalan tersebut menambahkan bahwa hakim harus dibekali dengan keahlian khusus untuk menangani sengketa yang melibatkan bukti teknis dalam perdagangan elektronik dan penerapan kriteria Keuangan Hijau yang baru, demi menjamin kepastian hukum yang sangat dinantikan oleh investor.
Sebagai wujud komitmen, Suharto juga menyampaikan bahwa Mahkamah Agung Indonesia saat ini tengah mendiskusikan rencana untuk melakukan penelitian bersama tentang reformasi dengan China-ASEAN Legal Research Center (CALRC).
Selain pidato utama dari Wakil Ketua MA, delegasi Indonesia lainnya juga memberikan kontribusi substansif dalam forum tersebut, yaitu Ketua Kamar Perdata, I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., menyampaikan Keynote Address pada sesi Forum Arbitrase Komersial Internasional tentang Koridor Darat-Laut Internasional Baru (New International Land-Sea Corridor/NILSC).
Ia menekankan perlunya harmonisasi dan unifikasi hukum perdata internasional, termasuk upaya untuk menyatukan interpretasi Konvensi New York dan mempromosikan adopsi penuh UU Model UNCITRAL di seluruh kawasan, guna mengatasi fragmentasi hukum.
Di sela-sela kegiatan, delegasi Mahkamah Agung juga menyempatkan untuk mengunjungi South West University of Political and Law Chongqing. Beberapa hakim Indonesia tercatat sedang melaksanakan tugas belajar di sana.
Untuk itu, kesempatan tersebut digunakan para Delegasi Mahkamah Agung menyempatkan diri berdiskusi dengan mereka tentang kerja sama antara pemerintah Indonesia dan China baik dalam bidang pendidikan maupun hukum.
Diskusi tersebut berkembang juga ke pengamanan pengadilan yang saat ini sedang menjadi isu hangat di Indonesia. Terlebih bahwa China-ASEAN Legal Research Center juga akan mensupport Mahkamah Agung dengan membentuk tim kajian yang terdiri dari hakim Indonesia yang sedang menempuh studi di SWUPL terkait pengamanan pengadilan.
Para delegasi MA berharap forum Kerja Sama Hukum Tiongkok-ASEAN ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya menyeluruh dalam mempromosikan perdagangan dan kerja sama regional demi kemakmuran bersama. (azh/IR/RS)