Mahkamah Agung Edisi 2 - page 26

LAPORAN UTAMA
- No. 2 Edisi September 2013
24
|
NO
PERIHAL
RIIL/USULAN DISETUJUI PEMERINTAH
1 Belanja Pegawai
5. 670. 130. 665. 000
5. 387. 042. 849. 000
2 Belanja Barang
a. Operasional
593. 985. 573. 000
413. 295. 500. 000
b. Non Operasional
806. 513. 631. 000
599. 752. 800. 000
3 Belanja Modal (sarana dan prasarana)
4. 899. 392. 986. 000
825. 000. 000. 000
Jumlah
11. 970. 022. 855. 000
7. 225. 091. 149. 000
TAHUN 2014
Tahun Belanja Barang dan modal
Total Anggaran
2012
2.011.548.923.000
5.107.469.009.000
2013
2.026.227.343.000
5.325.898.740.000
2014
1.838.048.300.000
7.225.091.149.000
sar 1,9 triliun rupiah yang disebabkan
adanya PP No.94 tahun 2012 tentang
Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim
dan Perpres No. 05 tahun 2013 ten-
tang Hak Keuangan dan Fasilitas
Hakim ad hoc. Tahun 2014, diajukan
sebesar Rp.11.970.022.855.000, tapi
hanya Rp.7.225.091.149.000 yang
disetujui. Anggaran MA dan peng­
adilan di bawahnya yang diajukan
ke Menteri Keuangan dalam 3 (tiga)
tahun berturut-turut.
Minim Anggaran Belanja Ba­
rang dan Modal
Seperti disampaikan di atas, ti-
dak pernah rencana anggaran yang
telah diajukan oleh MA dan satker di
bawahnya disetujui 100%. Biasanya,
paling tinggi 60% yang disetujui oleh
Kementerian Keuangan, Bappenas
dan Komisi III DPR. Dan menurut
Aco Nur, dari total anggaran definitif,
pemerintah selalu mengeluarkan ke-
bijakan pemotongan, rata-rata 10%
setiap tahun. Dari anggaran definitif
yang disetujui Pemerintah, anggaran
belanja yang paling dominan (besar)
adalah belanja pegawai, yaitu sekitar
80%. Sisanya 20% dibagikan pada
belanja barang dan belanja modal.
“Rata-rata belanja barang mendapat­
kan 11%, sedang belanja modal
mendapatkan 9%,” jelas Aco Nur.
Belanja modal yang hanya 9%
itu diperuntukkan terutama bagi
pembangunan pengadilan baru, ter-
masuk Pengadilan Tipikor, PHI, dan
pembentukan pengadilan baru yang
disebabkan pembentukan kabupat-
en/kota dan propinsi baru, yang me-
merlukan dana yang cukup besar. Ini
dalam rangka penerapan peraturan
perundang-undangan tentang pem-
bentukan pengadilan khusus di se-
tiap provinsi. Selain itu, ada pemba-
ngunan prototipe pengadilan, rehab
pengadilan, rehab serta pembangu-
nan rumah dinas dan sarana trans-
portasi. “Terjadi keterlambatan dalam
proses pembangunan gedung pen-
gadilan, pembentukan pengadilan
baru maupun pembangunan rehab
gedung kantor, rumah dinas dan pro-
totipe pengadilan serta sarana trans-
portasi,” keluh Aco Nur menyangkut
kecilnya anggaran belanja modal
yang digelontorkan pemerintah.
Political Will
Pemerintah dan
DPR
Dari minimnya anggaran be-
lanja barang dan modal, tampak
bahwa political will dari Pemerintah
maupun DPR kurang mendukung
pembangunan pengadilan. Padahal
Pemerintah dan DPR mengeluar-
kan peraturan perundang-undangan
yang memerintahkan MA untuk mem-
bentuk pengadilan khusus di seluruh
provinsi. Pemerintah dan DPR tidak
konsisten untuk menerapkan regulasi
yang telah dikeluarkan. Dengan kata
lain, Pemerintah dan DPR menggu-
nakan rasionalitas terbalik. “Pemerin-
tah dan DPR mendesak MA dengan
tenggang waktu tertentu untuk mem-
bentuk pengadilan khusus di seluruh
provinsi, tetapi anggaran yang men-
jadi kebutuhan dalam proses pemba-
ngunan peradilan tidak didukung. Ini
sangat menyulikan bagi MA,” tegas
Aco Nur. Akan tetapi, menghadapi
keadaan itu, MA tidak tinggal diam.
1...,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25 27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,...76
Powered by FlippingBook