Mahkamah Agung Edisi 2 - page 10

LAPORAN UTAMA
Selain begitu banyak satker,
menurut Aco Nur, capaian itu juga
terlihat amat jelas grafik naiknya.
Pada 2009 dan 2010, misalnya,
berdasarkan pemeriksaan BPK,
MA dinyatakan disclaimer (Tidak
menyatakan pendapat). Setahun
berikutnya, MA mendapat penilaian
WDP (wajar dengan pengecualian),
yang ibarat orang sakit harus masuk
ICU. Baru pada 2012 tercapai WTP.
Menurut Karo Keuangan Su­
tisna, S.Sos, M.Pd, opini WTP ada-
lah mimpi dan obsesi seluruh jajaran
MA. Hal ini sejalan dengan misi MA
dalam menciptakan badan peradilan
yang agung. Di situ dibutuhkan jajar­
an sekretariat untuk bekerja lebih
baik. Salah satunya dalam meng-
gunakan keuangan negara secara
transparan dan akuntabel, yang
salah satu unsurnya adalah meraih
WTP.
(Selengkapnya baca wa­
wancara dengan Sutisna hlm. 18)
Untuk mencapai opini WTP,
kata Sutisna, pertama harus meran-
cang strategi untuk meraih WTP itu.
Strategi itu antara lain adanya komit-
men dari seluruh jajaran MA, bukan
hanya dari jajaran pimpinan atau
sekretariat, tetapi semua, termasuk
ketua pengadilan tingkat banding
dan tingkat pertama di seluruh In-
donesia untuk menyatukan tekad
meraih WTP. Ini perlu tercipta iklim
kerja yang harmonis, komunikatif,
dan koordinatif. Bukan hanya in-
ternal MA tetapi juga dengan pihak
eksternal. Kedua, menciptakan sis­
tem untuk mencapai WTP.
Ada beberapa sistem yang tel-
ah diciptakan MA. Pertama, sistem
Komdanas (komunikasi data nasi-
onal). Sistem ini merupakan satu
upaya untuk meningkatkan kualitas
laporan keuangan MA. Tanpa ada
Komdanas yang berbasis teknologi,
mustahil untuk meningkatkan kuali-
tas laporan keuangan MA. Dengan
Komdanas, penyusunan laporan
keuangan bisa menjadi lebih cepat,
mulai dari tingkat pertama, tingkat
banding, tingkat korwil sampai ke
MA. Dalam hal ini yang menghim-
pun laporan keuangan adalah Biro
Keuangan dari sisi akuntansinya.
Komdanas menciptakan kecepatan
dan ketepatan dalam penyusunan
laporan keuangan MA.
Kedua,
sistem Pedoman
Penyusunan Laporan Keuangan.
Diharapkan adanya penyeragaman
mulai dari tingkat pertama hingga
MA. Tentu saja acuannya adalah
peraturan yang dikeluarkan oleh Di-
rektorat Perbendaharaan Kemente-
rian Keuangan.
Ketiga,
Layanan Pengadaan
Barang/Jasa Secara Elektronik
(LPSE). Sistem ini diharapkan bisa
menciptakan layanan pengadaan
yang transparan dan akuntabel. Kare-
na, salah satu penilaian reformasi bi-
rokrasi adalah pelayanan pengadaan
barang/jasa secara elektronik.
Keempat,
nota kesepahaman
antara MA dan BPKP dalam hal pen
dampingan untuk mendapatkan opi-
ni WTP, terutama dalam hal penyu­
sunan laporan keuangan.
Dan yang tidak kalah penting
dari semua itu adalah koordinasi
dengan Badan Pengawasan MA,
karena setiap kegiatan yang terkait
dengan laporan keuangan, baik ke-
giatan supervisi, validasi maupun
kegiatan rapat koordinasi akuntansi
dengan seluruh jajaran MA, selalu
melibatkan Badan Pengawasan MA.
“Karena Badan Pengawasan
MA juga memiliki kewajiban untuk
mereview laporan keuangan MA, se-
- No. 2 Edisi September 2013
8
|
Andi Roosdiaty, pembina Darmayukti Karini, pada peresmian gedung PN Tenggarong
1,2,3,4,5,6,7,8,9 11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,...76
Powered by FlippingBook