LAPORAN UTAMA
- No. 3 Edisi Desember 2013
|
23
kan yang terbaik. Ini cuma sebuah
prestasi. Saya tidak tahu apakah
saya yang terbaik, karena pasti ada
yang lebih baik dari saya.
Bagaimana Bapak bisa mendapat
kannya?
Sebenarnya saya sendiri tidak
tahu kenapa saya mendapatkan
re-
ward
ini. Sebab saya tidak pernah
berpikir tentang hal itu. Saya hanya
bekerja dan bekerja. Ini kewajiban
saya sebagai hakim agung. Jika per-
kara sudah sampai di meja saya, itu
tandanya ada tugas atau kewajiban
yang harus saya lakukan langsung.
Bahkan, jika tidak selesai di kantor,
saya bawa pulang ke rumah. Saya
memiliki target setiap hari menyele-
saikan minimal 10 berkas perkara.
Saya tidak pernah memikirkan re-
ward. Ini memang sudah tugas saya
sebagai hakim agung. Tugas hakim
itu menerima (berkas), memeriksa,
mengadili dan memutuskan. Jadi,
saya melakukan tugas pokok saya
itu sebagai hakim. Saya tidak pernah
berharap akan reward, itu tidak per-
nah terpikirkan. Tetapi ternyata ada
yang memperhatikan masalah itu,
ya alhamdulillah. Kurang-lebih 1.000
berkas perkara saya selesaikan da-
lam kurun waktu Januari-Juni 2013.
Ada trik khusus dalam menyele
saikan berkas perkara?
Saya tidak memiliki trik khusus
dalam menyelesaikan berkas perka-
ra. Mungkin karena saya sudah ter-
biasa saja. Saya sebelumnya adalah
hakim karir, hingga kini kurang lebih
sudah 37 tahun menjadi hakim. Maka
saya sudah sangat terbiasa memba-
ca berkas, sudah tahu teknik meme
riksa berkas. Kunci-kuncinya sudah
saya tahu. Misalnya, perkara pokok-
nya apa. Selain itu, saya pun hobi
membaca, apalagi jika kasus-kasus
berat, saya senang membacanya,
seperti ada tantangan tersendiri.
Pendapat Bapak mengenai sistem
elektronik membaca bersama?
Sistem baru ini sangat saya
apresiasi. Artinya, kita bisa bekerja di
mana saja. Misalnya, saat macet atau
menunggu di bandara, bisa memerik-
sa berkas. Saya sangat mendukung
sistem ini. Semoga bisa meningkat-
kan pelayanan kepada masyarakat
dalam hal pelayanan publik. Teta-
pi sistem, sebagus apapun, tetap
menuntut para hakim untuk mem
baca. Artinya, tim majelis harus fokus
memeriksa berkas, bukan melakukan
kegiatan lain. P1, P2 dan P3, semua
harus membaca. Jangan sampai ber-
kas berhenti di salah satu pembaca,
sebab itu akan menghambat proses
penyelesaian perkara.
Saya berharap sistem ini bisa
menjadi terobosan baik dalam perce-
patan penyelesaian perkara.
Jika rasa bosan melanda, aktivitas
apa yang Bapak lakukan?
Alhamdulillah setiap Sabtu saya
masih mengajar S3 di beberapa uni-
versitas, seperti UNS Solo, Jayabaya
Jakarta, Universitas Riau, Univer-
sitas Batam, dan Universitas di Me
dan. Bagi saya itu menjadi refreshing
tersendiri.
Kalau di rumah, refreshing saya
menonton sinetron kolosal, cerita se-
jarah, seperti Si Buta dari Goa Hantu,
Sunan Kali Jaga, dan Joko Tingkir.
Saya senang menonton yang seperti
itu. Selain menghibur, sinetron ko-
losal mengingatkan masa lalu saya
waktu jadi mahasiswa. Saat itu saya
pernah membintangi beberapa film
kolosal seperti Sunan Kali Jaga dan
Janur Kuning.
Kalau di kantor, jika rasa bosan
datang, biasanya saya makan ke
luar bersama hakim agung lain, se
perti Pak Imron, Prof. Syamsul, Prof.
Ghani, dan Prof. Takdir. Kalau dulu
masih ada Bu Rehngena dan Bu
Mieke, mereka yang koordinir, seka-
rang ya kami-kami aja.
Harapan Bapak dengan adanya re
ward ini?
Saya kira hal ini cukup postif,
bisa menjadi pemicu bagi hakim
agung dan panitera untuk fokus
menyelesaikan perkara. Diteruskan
saja. Kalau bisa, hadiahnya ditingkat-
kan. He he he.
Satu saran dari saya. Kalau
bias, yang meraih prestasi ini juga
mendapat sertifikat, biar bisa cerita
ke anak-cucu dan menjadi inspirasi
bagi mereka. (AZH/MMA)