PEACEMAKER JUSTICE AWARD 2025: KETUA MA APRESIASI PERAN STRATEGIS KADES/LURAH SEBAGAI JURU DAMAI
Jakarta – Humas: Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H. menegaskan pentingnya peran kepala desa dan lurah sebagai non-litigation peacemaker dalam menjaga perdamaian dan keadilan di masyarakat. Hal tersebut disampaikan dalam sambutannya pada acara Penganugerahan Peacemaker Justice Award Tahun 2025 yang digelar di Graha Pengayoman Kementerian Hukum, Jakarta Selatan Rabu (26/11).
Program Peacemaker Justice Award merupakan kelanjutan dari Paralegal Justice Award yang telah berlangsung sejak tahun 2023 bertujuan membangun kesadaran hukum sekaligus mendorong kemandirian masyarakat dalam menyelesaikan sengketa secara damai. Kepala desa dan lurah dinilai memiliki posisi strategis karena menjadi tempat pertama masyarakat mengadu ketika terjadi perselisihan.
Dalam kegiatan ini turut hadir Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Ahmad Riza Patria, Sekretaris MA, Sugiyanto, S.H., M.H., Kepala Badan Urusan Administrasi MA, Dr. Sobandi, S.H., M.H. serta para tamu undangan lainnya.
Ketua Mahkamah Agung dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum RI sebagai penyelenggara kegiatan yang berkolaborasi dengan Mahkamah Agung serta didukung oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Program ini dinilai sebagai langkah strategis untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat sekaligus selaras dengan RPJMN 2025–2029, Astacita Presiden, serta tujuan SDGs khususnya akses terhadap keadilan.
Ketua MA menegaskan peran kepala desa dan lurah sebagai juru damai memiliki landasan hukum kuat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.
“Dengan demikian, peran seorang kepala desa ataupun lurah sebagai juru damai/peacemaker, memiliki landasan hukum yang sangat kuat, serta telah menjadi bagian integral dari sistem hukum nasional.” Ucap Ketua MA.
Lebih lanjut disampaikan tingginya beban perkara di pengadilan menjadi alasan pentingnya penguatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Sepanjang tahun 2024, peradilan tingkat pertama menerima lebih dari 2,9 juta perkara, sementara tingkat banding dan Mahkamah Agung masing-masing menerima lebih dari 30 ribu perkara. Penguatan mediasi berbasis komunitas dinilai dapat mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
Ketua MA juga mengungkapkan hingga tahun 2025 telah lahir 802 Non-Litigation Peacemaker dari unsur kepala desa dan lurah yang tersebar di 35 provinsi, 255 kabupaten/kota, dan 586 kecamatan. Dari jumlah tersebut dipilih 130 orang untuk hadir di Jakarta yang kemudian diseleksi menjadi 10 terbaik, dan akhirnya ditetapkan 3 penerima Peacemaker Justice Award 2025.
Para juru damai tersebut diharapkan mampu menjalankan peran strategis di Pos Bantuan Hukum (Posbankum), mulai dari memberikan layanan informasi dan konsultasi hukum, rujukan advokat, hingga penyelesaian konflik melalui mediasi. Kehadiran mereka diyakini membawa dampak langsung bagi masyarakat karena berada di garis terdepan dalam menjaga harmoni sosial.
“Kami percaya, kehadiran Saudara-Saudara akan memberikan dampak positif langsung, bagi masyarakat di akar rumput. Saudara-Saudara adalah garda terdepan, dalam menjaga kedamaian dan ketenteraman. Sebab Saudara adalah figur yang paling dekat dengan warga, memiliki potensi besar untuk menjadi penengah yang adil, dalam menyelesaikan konflik, sebelum konflik tersebut membesar dan berujung pada proses peradilan.” tegasnya.
Di akhir sambutannya, Ketua Mahkamah Agung mengucapkan selamat kepada seluruh Non-Litigation Peacemaker, khususnya para penerima penghargaan Peacemaker Justice Award 2025, seraya berharap mereka dapat mengemban amanah sebagai mediator yang andal demi terwujudnya kedamaian dan ketenteraman di tengah masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Hukum menambahkan para kepala desa dan lurah sebagai juru damai merupakan suatu pencapaian yang luar biasa. Dijelaskan meski tidak semua dari mereka memilki gelar akademik, khususnya di bidang hukum, namun mereka mampu berperan sebagai ‘hakim juru damai’ di wilayahnya.
“Tadi Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung sudah memberi penghargaan yang luar biasa. Sesungguhnya semua yang ikut hari ini itu sudah menjadi hakim-hakim yang sesungguhnya Walaupun bahkan mungkin melebihi karena walaupun tidak memiliki gelar akademik, tapi ada gelar non-akademik yang dilekatkan kepada teman-teman kepala desa dan lurah dan tidak main-main namanya Non-Litigation Peacemaker.” ungkap Supratman.
Sementara, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal menyampaikan melalui penyelesaian konflik di desa/kelurahan oleh para ‘juru damai’ ini dapat berimplikasi pada meningkatnya kesadaran hukum bagi warga desa/kelurahan.
“Menurut saya SDM itu perlu dipandang dari sisi hukumnya. Maka kalau kesadaran hukum ini di tingkat desa, di 75 ribu lebih desa tadi semakin meningkat, saya yakin itu angka kriminalitas akan menurun, Kemudian tingkat keguyuban akan semakin meningkat, kebersamaan akan semakin kokoh, persatuan akan semakin subur.” pungkasnya. (sk/ds/RS/Photo:sna)