Mahkamah Agung Edisi 5 - page 16

14
MAHKAMAH AGUNG
– Nomor 5 Edisi September 2014
LAPORAN UTAMA
Tidak berhenti di situ. Kalau dewan
mengiyakan tetapi pemerintah tidak, sama
saja omong kosong. Maka saya berjuang
lagi, bersama Kepala Biro Perencanaan,
menemui Menteri Keuangan. Kurang le­
bih satu jam kami berdiskusi. Bukan hanya
masalah remunerasi tetapi juga kesejah­
teraan hakim. Saya jelaskan secara konsep-
tual, akhirnya Pak Menteri menyetujui pe-
rubahan remunerasi dan besarannya.
Setelah itu harus disetujui lagi oleh tim
teknis reformasi birokrasi nasional.
Nah
ini
tahapan berat. Yang menangani itu adalah
Wakil Presiden bersama anggota tetapnya
Kemenkeu, Menpan, BKN dan
User.
Karena
kita ada perubahan remunerasi, perubahan
budget,
maka usulan kita masuk ke ranah
reformasi birokrasi nasional.
Setelah itu ada rapat-rapat dengan tim
teknis, Kemenku,
user
, Menpan, yang selalu
ikut rapat-rapat di Kemenkeu.
Tentunya tidak mudah bagi tim teknis
untuk memutuskan. Rapat berjalan alot.
Menpan mensyaratkan usulan kenaikan
harus bersama-sama secara nasional. Oleh
karena itu, proses menjadi panjang dan
sulit. Proses yang panjang adalah meng-
hitung
passing grade
.
Tetapi akhirnya usulan kita mendapat
persetujuan dari tim teknis dengan syarat
harus menggunakan sistem
fast
(untuk
menghitung remunerasi yang diberlaku-
kan untuk semua Kementrian/Lembaga oleh Menpan). Sis-
tem inilah sekarang yang digunakan oleh MA.
Penghitungan
passing grade
harus dari seluruh Indonesia?
Betul. Kita harus bisa menghitung secara detail
passing
grade
dari pusat hingga pengadilan kelas II. Mengukur beban
kerjanya itu tidak mudah karena itu yang akan menentukan
grade-
nya. Siapa yang paling besar bebannya, itulah
grade
tertinggi. Grade tertinggi 27 ada di sekretaris. Kalau eselon
lain di bawah 27, sampai di grade 1, yaitu staf. Parameternya
adalah beban kerja, tingkat kesulitan, risiko, dan seterusnya.
MA itu yang dibahas dengan reformasi birokrasi nasio­
nal bersama Menpan, Depkeu, Kumham, Kejaksaan, Setneg,
Seskab. Kemkeu masih termasuk, karena remunerasi di Kem-
keu, khususnya di staf, masih rendah. Malah masih banyak
KL yang belummendapat remunerasi. Akhirnya, pada 11 juni
2014, delapan KL mendapat persetujuan remunerasi dari Ke-
menkeu, termasuk MA.
Kalau PP 55/2014 itu spesifiknya soal apa?
PP 55/2014 mengenai tunjangan para hakim agung dan
hakim MK. Pasal tunjangan remunerasi untuk hakim agung
inilah yang pada saat itu hampir seperti bencana di lembaga
ini. Kita tidak berani membayarkan.
Saya pelajari lagi. Ternyata tidak ada satu pun pasal dan
ayat yang membahas tentang PNS, karena diberikan untuk
hakim agung dan hakim MK. Juga tidak ada yang menyebut-
kan PNS dianulir.
Saya dan Pak Bahrin (Kepala Biro Perencanan MA) me-
maknainya berbeda. Karena tunjangan kinerja ini dihapus-
kan, apa yang terjadi jika nanti tiba-tiba hilang/dihapuskan?
Saya mengambil sikap diskresi (wewenang). Saya bilang, to-
long dibayarkan walaupun itu masih
gambling
. Silakan, seka-
lipun jika itu mengantarkan saya ke penjara Cipinang.
Resistensi terhadap saya luar biasa, baik dari luar maupun
dari internal sendiri. Bahkan ada lingkungan yang meremeh-
kan remunerasi ini. Ada juga yang mendemo, tapi saya tahu
Ternyata tidak semudah yang saya bayangkan.
1...,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15 17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,...92
Powered by FlippingBook