Mahkamah Agung Edisi 2 - page 55

BUKU
- No. 2 Edisi September 2013
|
53
HAM Adalah Anugerah Tuhan
PEMENUHAN
hak asasi merupakan kebutuhan
mendasar setiap manusia di belahan bumi mana pun. Se-
bab, hak asasi manusia (HAM) adalah hak natural dan
merupakan pemberian langsung dari Tuhan. Hak itu bu-
kan pemberian peraturan, undang-undang, rezim, apa pun
atau siapa pun juga. Oleh karena itu, tidak ada satu pun
pihak yang boleh mengambilnya, apalagi merampasnya.
Dan perjuangan menegakkan HAM merupakan tugas suci
untuk memenuhi anugerah bagi umat manusia.
Namun, ada banyak bukti mengenai terjadinya krisis
pemenuhan hak asasi manusia. Banyaknya piagam, doku-
men, deklarasi, dan perjanjian yang berkaitan dengan pe-
langgaran hak, menjadi bukti bahwa HAM masih menjadi
masalah, karena menjadi bahasa dan bahasan universal
bagi seluruh manusia di seluruh dunia.
Di negeri tercinta Indonesia, masalah HAM sampai saat
ini juga masih saja terjadi. Perbedaan suku, agama, dan ras
bisa saja menjadi salah satu alasannya. Pelanggaran HAM
terjadi di Aceh, Irian Jaya, Timor Timur, Sampit, Sampang,
Jakarta, dan lain-lain. Karena beberapa kejadian tersebut,
Indonesia pernah dikritik oleh Komunitas Internasional da-
lam konteks perlakuan tidak manusiawi dan penyiksaan
yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Hal-hal tersebut mengemuka dalam buku yang di­
tulis Prof. Artidjo Al Kostar ini. Dan ia menegaskan sikap-
nya mengenai kewajiban Indonesia untuk menghormati
HAM. Menurut Artidjo, karena Indonesia tergabung dalam
Konvensi Anti Penyiksaan, seharusnya Indonesia bisa
mematuhi setiap peraturan yang telah disepakati bersa-
ma, seperti pasal 16.1 yang menyebutkan bahwa “Setiap
negara peserta harus melakukan pencegahan di seluruh
wilayah yurisdiksinya perlakuan atau penghukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan.”
Dalam buku 180 halaman tersebut, Artidjo juga men-
jelaskan hak asasi dalam berbagai aspek, mulai dari per­
spektif budaya, agama, dan politik. Secara khusus ia me­
nyoroti peran penting Pancasila bagi Indonesia. Indonesia
mengakui bahwa penghormatan akan HAM itu berasal dari
Pancasila. Sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang adil
dan beradab”, mengharuskan setiap umat manusia diper-
lakukan dengan rasa hormat sebagai makhluk Tuhan. Sila
ini juga menekankan bahwa rakyat Indonesia tidak men-
tolerir tekanan fisik atau mental terhadap manusia oleh
manusia lainnya ataupun oleh negara lain. Menurut Artidjo,
filosofi dan prinsip negara yang sesuai dengan nilai-nilai
adat, budaya dan tradisi rakyat Indonesia ini menjadi tong-
gak terpenting dalam pemajuan dan perlindungan HAM.
Lelaki kelahiran Sitobondo ini juga menjelaskan se-
cara detail pelanggaran HAM yang terjadi di beberapa
negara, seperti di Jerman oleh Nazi, di Afrika Selatan oleh
penganut apartheid, di Bosnia Herzegovina oleh Rezim
Slobodan Milosevic, dan di Rwanda oleh Suku Hutu yang
berusaha menghapuskan Suku Tutsi.
Hakim Agung di bidang Pidana ini juga menjelaskan
hubungan antara HAM dan peradaban. Baginya, bangsa
yang menjunjung tinggi HAM adalah bangsa yang ber-
peradaban tinggi.
Buku yang diterbitkan oleh PUSHAM UII ini menjadi
lebih menarik karena penulisnya tidak sekadar menulis. Ia
menulis sesuatu yang amat ia ketahui. Ia pernah menja-
di koordinator tim pembela untuk kasus-kasus subversi di
Yogyakarta, tim pembela untuk kasus Santa Cruz, di Dili,
Timor Leste, tim pembela untuk kasus wartawan Udin me­
lawan Kepala Polisi Republik Indonesia, dan lain-lain.
Buku yang berawal dari makalah ini memiliki banyak
sekali informasi yang perlu diketahui oleh siapa pun, khu-
susnya para penggiat HAM. Apalagi, selaiknya cerita, buku
ini memikat kita untuk terus membacanya.***
(AZZ)
1...,45,46,47,48,49,50,51,52,53,54 56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,...76
Powered by FlippingBook