Mahkamah Agung Edisi 2 - page 65

Sedangkan pada Pasal 3 UU Peratun dikatakan, “Apa-
bila badan atau pejabat Tata Usaha Negara tidak menge-
luarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajiban-
nya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan
Tata Usaha Negara.” Jadi, jika jangka waktu telah lewat
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan atau telah lewat empat bulan sejak diterimanya
permohonan, dan badan atau pejabat tata usaha negara
itu tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan, maka
badan atau pejabat tata usaha negara tersebut
diang-
gap
telah
menolak
mengeluarkan KTUN.
Sikap pasif badan atau pejabat tata usaha negara
yang tidak mengeluarkan keputusan itu dapat disamakan
dengan keputusan tertulis yang berisi penolakan. Keputu-
san demikian disebut keputusan fiktif-negatif. Fiktif artinya
tidak mengeluarkan keputusan tertulis, tetapi dapat diang-
gap telah mengeluarkan keputusan tertulis. Sedangkan
negatif berarti isi keputusan itu berupa penolakan terhadap
suatu permohonan.
Tidak semua KTUN merupakan obyek sengketa
PTUN. KTUN yang termuat dalam ketentuan Pasal 2, Pas-
al 48, Pasal 49 dan Pasal 142 UU Peratun serta KTUN
dalam sengketa Pemilu Legislatif bukan obyek sengketa
PTUN.
Berdasarkan Pasal 2 UU Peratun, KTUN berikut tidak
bisa digugat, yakni:
a. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbu­
atan hukum perdata
b. Keputusan tata usaha negara yang merupakan peng­
aturan yang bersifat umum
c. Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan
persetujuan
d. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan ber-
dasarkan KUHP atau KUHAP atau peraturan perun-
dang-undangan lain yang bersifat hukum pidana
e. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas
dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
f. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Ten-
tara Nasional Indonesia
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat mau-
pun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
Menurut ketentuan Pasal 48 UU Peratun, juga tidak
dapat diadili keputusan tata usaha Negara yang terhadap-
nya harus ditempuh terlebih dahulu upaya administratif.
Demikian jugaKTUNyang dikeluarkan dalamwaktu perang,
keadaan bahaya, keadaan bencana alam, keadaan luar bi-
asa yang membahayakan, atau keadaan mendesak untuk
kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-un-
dangan yang berlaku (Pasal 49 UU Peratun).
Pasal 142 ayat (1) menentukan bahwa sengketa tata
usaha negara yang pada saat terbentuknya Pengadilan
menurut UU No. 5 Tahun 1986 belum diputus oleh Peng­
adilan di lingkungan Peradilan Umum tetap diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.
Adapun KTUN sengketa pemilu legislatif berupa
KTUN verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar
calon tetap anggota DPR, DPD dan DPRD sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 259 ayat (3), Pasal 269 ayat
(1) sampai dengan (7) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemi-
lihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(UU Pemilu Legislatif).
Rancangan Undang-Undang Adminis-
trasi Pemerintahan (RUU-AP)
RUU-AP memperluas kompetensi PTUN. Berdasar-
kan Undang-Undang Peratun, kompetensi PTUN hanya
sebatas KTUN. Sedangkan menurut RUU-AP, kompetensi
PTUN mencakup:
a. Keputusan administrasi pemerintahan, yang juga dise-
but keputusan tata usaha negara atau keputusan admin-
istrasi negara, yaitu ketetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat pemerintahan dalam penye-
lenggaraan pemerintahan;
b. Tindakan administrasi pemerintahan, yaitu sikap pejabat
pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk
melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan faktual
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Selain itu, ada kewenangan Peradilan Tata Usaha
Negara untuk menentukan pejabat Tata Usaha Negara
melakukan penyalahgunaan wewenang atau tidak dalam
kaitannya dengan perkara pidana (korupsi).
Dibandingkan dengan UU Peratun, kompetensi PTUN
dalam RUU AP sangat luas. PTUN akan dapat meng­
adili semua tindakan pemerintahan, baik tindakan hukum
(rechts handeling) maupun tindakan nyata (feitelijk handel-
ing) di bidang hukum publik.
KOLOM
- No. 2 Edisi September 2013
|
63
1...,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64 66,67,68,69,70,71,72,73,74,75,...76
Powered by FlippingBook