Mahkamah Agung Edisi 2 - page 59

TIRTA
- No. 2 Edisi September 2013
|
57
T
ERAPI PUASA SEBAGAI MEDIA
MERAIH KEMENANGAN
Oleh Dr. H. M. Fauzan, SH., MM., MH
MANUSIA
sejatinya makhluk Tu-
han terbaik dan paling sempurna, karena
dalam diri manusia terdapat dua kekua-
tan yang tidak dimiliki makhluk lain, yaitu
“Nafsu dan Nalar” (2N). Makhluk malaikat
hanya memiliki nalar saja, tidak memiliki
nafsu, sehingga pekerjaannya hanyalah
bertasbih dan menjalankan perintah Tu-
han semata. Makhluk syaithan hanya
memiliki nafsu saja, tidak dianugerahi
nalar, sehingga kerjaan syaithan hanyalah
menyesatkan manusia dari hidayah dan
jalan yang diridhai Tuhan. Nalar mengan-
daikan perilaku positif yang membaha-
giakan, sedangkan nafsu mengandaikan
perilaku negatif yang menyengsarakan.
Makhluk manusia yang secara an-
tropologi evolutif tercipta dalam keadaan yang terbaik
dan sempurna, namun dalam evolusinya berubah menja-
di makhluk yang rendah dan hina, bahkan menurut berita
suci dikabarkan ”manusia bisa berubah menjadi makhluk
yang lebih hina dari binatang”. Evolusi perubahan karak-
ter manusia tersebut disebabkan oleh dominasinya nafsu
mengendalikan nalar dalam kehidupan sehari-hari. Akibat-
nya nalar tidak berdaya dan telah mengalami kekalahan
dalam kancah peradaban.
Ritual ibadah puasa adalah sebuah media Ilahiyah
yang sengaja disiapkan oleh Tuhan untuk mengembalikan
karakter jati diri manusia kepada habitatnya (fitrahnya).
Puasa Ramadhan sejatinya adalah medan peperangan, di
mana nalar dan nafsu bertempur antara hidup atau mati,
kalah atau menang.
Memaknai Puasa
Puasa, yang dalam bahasa Arab disebut”al-imsak”
yang artinya menahan, mengandung makna, bahwa orang
yang berpuasa wajib “menahan diri dari segala yang
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai waktu
terbenamnya matahari”, menahan dari makan, minum,
hubungan seks di siang hari walaupun selama 11 bulan
semuanya itu halal. Lebih dari itu, orang berpuasa juga
berjuang untuk menahan diri dari perkataan kotor, perkata-
an sia-sia, bohong, gunjing, penghinaan, caci maki, maksi-
at, dan lain-lain sebagainya.
Menahan dan mengendalikan gejolak nafsu ammarah
yang menjelma dalam bentuk keserakahan makan-minum,
kesembronoan lidah dalam berkata, dan liarnya mata ada-
lah esensi ritual ibadah puasa. Sudah menjadi sunnatullah
(hukum alam), sesuatu yang berlebihan akan berdampak
negatif. Makanan dan minuman yang kita konsumsi mele­
bihi takaran akan memproduksi embrio ragam penyakit
jasmani dan rohani. Demikian juga, liarnya pandangan
mata dan diumbarnya perkataan kotor akan menjadi em-
brio permusuhan dan perpecahan.
Buka puasa bersama di Masjid Al-Mahkamah MA RI
1...,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58 60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,...76
Powered by FlippingBook