Mahkamah Agung Edisi 2 - page 57

PUSTAKA
- No. 2 Edisi September 2013
|
55
Institusi Profesional
Pekerjaan kepustakawanan tidak sekadar pekerjaan
teknis perpustakaan, tetapi mencakup juga upaya pengem-
bangan perpustakaan. Keberadaan bahan perpustakaan
dewasa ini tidak saja berupa bahan-bahan tercetak (printed)
seperti buku, tetapi juga dilengkapi dengan koleksi terekam
(recorded), bahkan sudah pula waktunya dilengkapi dengan
koleksi terpasang (on-line). Diawali dari layanan paling se-
derhana “simpan-pinjam buku” dengan istilah layanan sirku-
lasi, kemudian meningkat ke layanan referensi, layanan pe-
nelusuran sederhana, layanan penelusuran kompleks dan
seterusnya, didukung dengan bahan referensi yang diperlu-
kan bagi pengambilan keputusan.
Sepantasnya pengambilan keputusan dalam kepatutan
peradilan yang adil wajib dilengkapi dengan referensi yang
baku dan bermutu. Berarti perlu dilengkapi dengan alat-alat
bantu penelusuran seperti bibliografi, baik bibliografi umum
seperti biliografi hukum; juga bibliografi subyek seperti biblio­
grafi hukum perdata, bibliografi hukum pidana, dan subyek-
subyek lain yang cukup banyak dan menarik. Belum lagi ke-
beradaan abstraksi, baik yang bersifat sederhana, indikatif
maupun informatif yang sangat berguna bagi kepentingan
pengambilan keputusan dan/atau kebijakan lanjut.
Kalau saja kita menengok perpustakaan sebagaimana
dikehendaki dalam UU No. 43 Tahun 2007, yang dimaksud
dengan “perpustakaan” adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak dan/atau karya rekam secara pro-
fesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebu-
tuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan
rekreasi para pemustaka. Artinya, sudah sepantasnya per-
pustakaan menjadi institusi profesional, berarti layak pula
pengelolanya adalah orang-orang yang profesional, se-
bagaimana dikehendaki UU Perpustakaan, “pustakawan
adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diper-
oleh dari pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan
serta mempunyai tugas dan tanggung jawab pengelolaan
dan pelayanan perpustakaan.”
Sekilas wajah dari beberapa perpustakaan yang saya
kunjungi nampak belum menjadi bagian integral dari sebuah
sistem organisasi, tetapi baru menjadi bagian pelengkap.
Strategi Pengembangan
Perpustakaan yang sudah ada kiranya dapat ditum-
buhkembangkan dengan mencermati lebih baik kehadiran
Ranganathan, yang melahirkan lima hukum dasar per-
pustakaan, yakni: pertama, buku adalah untuk digunakan;
kedua, semua pembaca harus mendapat buku yang diper-
lukan; ketiga, setiap buku harus mendapat pembacanya;
keempat, pembaca harus cepat dilayani; dan kelima, per-
pustakaan harus ditumbuhkembangkan.
Untuk itu perlu strategi pengembangan perpustakaan,
yang meliputi tiga aspek.
Pertama, penguatan SDM/tenaga pengelola, melalui
diklat seperti diklat teknis bagi pengelola perpustakaan,
diklat CPTA (calon pustakawan tingkat ahli) bagi calon
pustakawan, diklat Kepala Perpustakaan, dan diklat Tena-
ga Ahli Perpustakaan. Saran penguatan SDM prioritas
di lingkungan Perpustakaan MA (Pusat) dan Pengadilan
Tingkat Banding.
Kedua, penguatan TIK (Teknologi Informasi dan Ko-
munikasi), mengingat bukan saja tuntutan perkembangan
TIK, tetapi juga empat lingkungan peradilan di bawahnya
meliputi satuan kerja yang jumlahnya cukup banyak, se-
hingga penguatan TIK lebih efisien dibandingkan mod-
el-model konvensional.
Ketiga, penguatan organisasi, sesuai dengan Peratur-
an Presiden No. 20 Tahun 1961, UU No. 43 Tahun 2007,
PP No. 38 Tahun 2007, SNI Bidang Perpustakaan Khusus
Instansi Pemerintah dan sebagainya layak perpustakaan
dikembangkan secara mandiri.
(Drs. Supriyanto, M.Si.,
Pustakawan Utama Perpustakaan Nasional RI)
Sosialisasi pemberdayaan perpustakaan sewilayah PT Semarang
dan PT Yogyakarta diselenggarakan di Semarang. Muhammad Azim
Rozi dari PA Salatiga dalam sesi tanya jawab.
1...,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56 58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,...76
Powered by FlippingBook