Mahkamah Agung Edisi 3 - page 66

KOLOM
- No. 3 Edisi Desember 2013
64
|
“Perbuatan Melawan Hukum”
dalam Tipikor pada Putusan MA
Oleh Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H.
DIKAJI
dari perspektif pembagian hukum berdasar-
kan isinya dikenal klasifikasi hukum publik dan hukum pri-
vat. Lebih lanjut, menurut doktrin, ketentuan hukum publik
merupakan hukum yang mengatur kepentingan umum
(algemene belangen) sedangkan ketentuan hukum privat
mengatur kepentingan perorangan (bijzondere belangen).
Apabila ditinjau dari aspek fungsinya maka salah satu
ruang lingkup hukum publik adalah hukum pidana yang
secara esensial dapat dibagi lagi menjadi hukum pidana
materiil (materieel strafrecht) dan hukum pidana formal
(formeel strafrecht/strafprocesrecht).
Tindak pidana korupsi (tipikor) merupakan salah satu
bagian dari hukum pidana khusus. Apabila dijabarkan,
tipikor mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda de­
ngan hukum pidana umum, seperti penyimpangan hukum
acara dan materi yang diatur dimaksudkan menekan se­
minimal mungkin terjadinya kebocoran serta penyim-
pangan terhadap keuangan dan perekonomian negara.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Anti Ko-
rupsi 2003 (United Nations Convention Against Corrup-
tion (UNCAC), 2003) mendiskripsikan masalah korupsi
sudah merupakan ancaman serius terhadap stabilitas,
keamanan masyarakat nasional dan internasional, telah
melemahkan institusi, nilai-nilai demokrasi dan keadilan
serta membahayakan pembangunan berkelanjutan mau-
pun penegakan hukum. Konvensi PBB Anti Korupsi 2003
yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang (UU) No-
mor 7 Tahun 2006, menimbulkan implikasi karakteristik
dan subtansi gabungan dua sistem hukum yaitu “Civil
Law” dan “Common Law”, sehingga akan berpengaruh
kepada hukum positif yang mengatur tipikor di Indonesia.
Selain itu, dikaji dari perspektif internasional pada
dasarnya korupsi merupakan salah satu kejahatan da-
lam klasifikasi White Collar Crime dan mempunyai akibat
kompleksitas serta menjadi atensi masyarakat internasio­
nal. Konggres PBB ke-8 mengenai “Prevention of Crime
and Treatment of Offenders” yang mengesahkan resolusi
“Corruption in Goverment” di Havana tahun 1990.
Asumsi konteks tersebut di atas dapat ditarik suatu
konklusi dasar tipikor bersifat sistemik, terorganisasi,
transnasional dan multidimensional dalam arti berko-
relasi dengan aspek sistem, yuridis, sosiologis, budaya,
ekonomi antar negara dan lain sebagainya. Oleh karena
itu, tipikor bukan saja dapat dilihat dari perspektif hukum
pidana, melainkan dapat dikaji dari dimensi lain, misalnya
perspektif legal policy (law making policy dan law enforce-
ment policy), Hak Asasi Manusia (HAM) maupun Hukum
Administrasi Negara. Selintas, khusus dari perspektif Hu-
kum Administrasi Negara ada korelasi erat antara tipikor
dengan produk legislasi yang bersifat Administrative Pe-
nal Law.
Selain dimensi tersebut dalam tipikor esensi krusial
dalam perkembangan teoretis dan praktik yang menim-
bulkan polemik dan problematika berkepanjangan adalah
anasir “perbuatan melawan hukum” baik dalam artian
formal dan materiil. Khusus terhadap perbuatan mela-
wan hukum materiil baik dalam fungsi positif dan fungsi
negatif menjadi problematika tersendiri apabila dikaji dari
perspektif praktik peradilan khususnya pasca putusan
MK Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006. Pada
praktik peradilan khususnya terhadap perkara tipikor
dalam beberapa putusan MA belakangan ini ada yang
tidak menerapkan perbuatan melawan hukum materiil se-
bagaimana putusan MK dan tidak sedikit pula yang tetap
menerapkan dan menganut dimensi perbuatan melawan
hukum materiil pasca putusan MK.
Implementasi “Perbuatan Melawan Hukum
1...,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65 67,68,69,70,71,72,73,74,75,76,...92
Powered by FlippingBook