Mahkamah Agung Edisi 3 - page 59

kita sentuh.
Sabda yang berinkarnasi atau yang menjelma men-
jadi manusia bukanlah sebuah mitos, melainkan seorang
pribadi yang melemparkan diri secara total ke dalam se-
jarah manusia, mengenakan kodrat kita sendiri. Kemah
pertemuan, tempat tinggal Allah di antara orang-orang
Israel selama pengembaraan mereka di padang gurun,
telah diganti. Dengan demikian kemah Allah, tempat di
mana Ia tinggal di tengah-tengah manusia, kini berwujud
seorang manusia, seorang pribadi, “daging,” dan Ia disebut
“Emmanuel… Allah beserta kita”. Hakikat dari Kasih ada-
lah ingin dekat dan tinggal selalu bersama dengan yang
dikasihinya. Ia hadir dalam kesederhanaan sebagaimana
dalam Injil Lukas 2:1-14 diuraikan, “dibungkus dengan
lampin dan dibaringkan di dalam palungan”.
Gambaran tentang kesederhanaan itu juga dilukiskan
oleh Nabi Perjanjian Lama, Yesaya, ketika ia menubuatkan
Sang Penyelamat yang adalah seorang anak kecil. Tapi
di atas bahu anak kecil ini ada lambang pemerintahan.
Namanya disebut-sebut orang: Penasihat Ajaib, Allah yang
Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai! Seorang anak ke-
cil yang tak berdaya dan tak diperhitungkan kelahiran-Nya!
Panggilan sebagai Pembawa Damai
Peristiwa Natal ditandai dengan pemahaman akan
logika rahmat. Rasul Paulus mengatakan, ”Di dalam Ye-
sus, nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-
Nya kepada manusia”. Di hadapan karunia Allah kepada
manusia yang luar biasa ini, tidak saja ada kekaguman,
kemuliaan dan pujian, tetapi juga sebuah tanggapan dari
perspektif logika rahmat. Jika Allah telah memberi kita se-
galanya dan bahkan telah menyerahkan diri-Nya sendiri di
dalam Putra-Nya, maka kita diundang untuk mempunyai
sikap-sikap yang mencerminkan silih, yaitu memberikan
diri kita sendiri secara total bagi Dia. Kemudian kita harus
“memberikan diri kita kepada sesama seturut cara Allah
memberikan diri-Nya secara terus-menerus”.
Lewat perayaan Natal kita dipanggil menjadi pem-
bawa damai di tengah riak kegaduhan politik, sosial dan
ekonomi yang menyelimuti negeri ini. Ajakan ini searah
dengan Pesan Natal bersama KWI–PGI untuk tahun 2013:
“Datanglah, ya Raja Damai” (Yes 9:5). Saat korupsi me­
rajalela, saat ketidakadilan diperagakan dalam berbagai
contoh nyata, saat kaum kecil ditindas oleh mereka yang
berkuasa secara politik dan ekonomi, saat alam diekploitasi
untuk kepentingan segelintir orang, saat itulah kita semua
diingatkan untuk kembali kepada jati diri masing-masing
sebagai manusia pembawa damai.
Menjadi pembawa damai bukan tergantung dari sta-
tus dan jabatan kita. Para gembala bukanlah orang yang
diperhitungkan untuk menjadi saksi kelahiran Yesus bila di-
lihat dari status ekonominya tetapi Allah memakai mereka
dan mereka juga menanggapi tawaran Allah itu. Semoga
kita pun siap menanggapi panggilan Allah untuk menjadi
pembawa damai.
TIRTA
- No. 3 Edisi Desember 2013
|
57
kolom abu tertinggi (lk 10.000 m) terjadi pada 19 November 2013.
Sumber gambar:
1...,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58 60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,...92
Powered by FlippingBook