Mahkamah Agung Edisi 4 - page 36

34
MAHKAMAH AGUNG
– Nomor 4 Edisi Mei 2014
BUKU
Judul buku:
Aspek Hukum Bayi Tabung dan
Sewa Rahim
Pengarang:
Dr. H Husni Thamrin, S.H., M.M.,
M.H.
Penerbit:
Aswaja Pressindo
Cetakan pertama: Maret 2014
Tebal:
120 halaman
SIAPA
yang tak menginginkan kehadiran anak da-
lam sebuah perkawinan? Jawabannya hampir tidak ada.
Karena anak merupakan anugerah dan dambaan bagi
setiap keluarga.
Namun, tidak semua pasangan suami istri beruntung.
Ada yang secara alamiah sulit mendapatkannya. Jika su-
dah seperti ini, segala daya upaya akan dilakukan untuk
memperoleh si buah hati. Jika secara alami sulit, akan
berusaha berobat secara medis, tradisional, bahkan sam-
pai pada proses bayi tabung (fertilisasi in vitro) , mung-
kin juga sampai sewa rahim. Husni Thamrin dalam buku
ini berupaya menjelaskan bagaimana aspek hukum bayi
tabung tersebut.
“Kami enam tahun menikah belum dikaruniai anak, pa-
dahal sudah berobat ke sana ke mari. Berobat tradisional,
ke dokter kandungan tapi gak dapet-dapet,” kata Lena yang
mengikuti program bayi tabung dari Batam. Dinyatakan
hamil setelah 10 hari dokter menanam embrio di rahim
Lena. “Ternyata saya hamil, rasanya senang sekali. Kami
waktu itu langsung sujud syukur sambil menangis haru”.
Akhirnya Lena dikaruniai dua bayi kembar perempuan.
Dengan kemajuan teknologi sekarang ini memungkin-
kan bagi pasangan yang sulit untuk memperoleh anak, bisa
menempuh jalan lain, bayi tabung misalnya.
Secara singkat, bayi tabung atau fertilisasi in vitro
adalah proses pembuahan sperma dan sel telur terjadi di
luar rahim dengan dibantu oleh ahli. Tepatnya di dalam
sebuah tabung yang telah disiapkan sedemikian rupa di
laboratorium. Baik temperatur dan situasinya menyerupai
tempat pembuahan aslinya (rahim). Setelah terjadi pem-
buahan, hasil konsepsi tersebut akan dipelihara kurang
lebih tiga hari di dalam tabung sampai periode tertentu
dimasukkan kembali ke dalam rahim si ibu. Jika proses­
nya sukses, hingga tiba saat melahirkan (hlm.11).
Tapi, bagaimanakah agar anak-anak yang lahir dari
bayi tabung tersebut terayomi secara hukum, Husni
Thamrin dalam buku ini berupaya mengupasnya.
Menurut Husni, sejauh ini di Indonesia belum ada per-
aturan perundang-undangan yang secara khusus meng­
atur bayi tabung. Hanya ada hukum positif yang mengatur
status hukum anak (hlm. 59).
Sementara hanya pengaturan mengenai kedudukan
yuridis anak yang dilahirkan secara alamiah yang diatur
dalam KUH Perdata dan UU Nomor 1 Tahun 1974.
Fertilisasi in vitro
1...,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35 37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,...84
Powered by FlippingBook