Mahkamah Agung Edisi 4 - page 37

Nomor 4 Edisi Mei 2014 –
MAHKAMAH AGUNG
35
BUKU
Kedudukan anak hasil proses bayi tabung dalam tinjauan
hukum perdata adalah anak yang dihasilkan dari proses bayi
tabung yang dihasilkan dari proses yang menggunakan sper-
ma suami, maka anak tersebut baik secara biologis ataupun
yuridis mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan
tersebut. Tentu saja ia memiliki hubungan mewaris dan
hubungan keperdataan lainnya (hlm.110).
Walaupun situasi hukum seperti ini tak ada halangan
bagi pasangan suami istri untuk memiliki momongan. Kare-
na dari semua kasus bayi tabung yang berhasil di Indonesia
adalah dari pasangan suami istri yang sah. Pada tahap ini se-
cara kedudukan yuridis anak selesai, tak ada masalah.
Jika teknik bayi tabung yang menggunakan sperma
dan ovum/sel telur dari pasangan suami istri yang sah dan
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri, maka
kedudukan yuridis anak adalah sebagai anak sah. Secara
otomatis hak dan kewajibannya sama dengan anak yang
dilahirkan secara alami (hlm.66).
Persoalan baru akan muncul, jika sperma dan sel telur
itu bukan dari pasangan suami istri yang sah. Atau sperma
dan sel telur berasal dari suami istri sah, tetapi ditanam di
rahim perempuan lain. Biasa disebut sewa rahim (surro-
gate mother).
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) insemina-
si buatan/bayi tabung dibenarkan dalam Islam, asalkan
sperma dan ovum/sel telur diambil dari pasangan suami
istri yang sah atau dalam ikatan perkawinan. (Putusan
MUI Nomor: Kep-952/MUI/XI/1990). Sementara sewa
rahim secara tegas dilarang dalam Undang-Undang no-
mor 36 tahun 2009 pasal 127 tentang kesehatan (hlm. 53).
Karena itu, segala bentuk perjanjian sewa rahim di Indo-
nesia batal demi hukum, sebab bertentangan dengan Un-
dang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perkawinan
dan Hukum Islam (hlm. 57)
Dalam pasal 4 ayat (2c) UU Nomor 1 Tahun 1974 di­
atur tentang kewenangan pengadilan untuk memberikan
izin kepada suami untuk kawin lebih dari satu apabila istri
tidak dapat melahirkan keturunan. Melalui teknologi bayi
tabung, maka syarat yang tercantum dalam pasal tersebut
perlu diadakan penyempurnaan (hlm. 38).
Husni Thamrin dalam buku ini memberikan saran, an-
tara lain, para dokter pelaksana bayi tabung diharapkan
ikut membantu pemerintah dalam memberikan masuk­
an agar dapat dibentuk perundang-undangan karena tek­
nologi kedokteran dan problem kemanusiaan berjalan
sangat cepat.
Kekurangan dari buku ini adalah nara sumber yang
sukses mengikuti program bayi tabung tidak langsung
ditemui untuk diwawancarai, tapi diambil dari sumber
media lain, majalah, tabloid, ataupun internet. Tapi, apa
pun kekurangannya, buku adalah sebuah informasi ber-
harga bagi kita, terutama yang telah menikah cukup lama
tapi belum dikaruniai keturunan dan berniat mencari
solusi lewat program bayi tabung. (Rita Z)
1...,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36 38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,...84
Powered by FlippingBook