Mahkamah Agung Edisi 4 - page 54

52
MAHKAMAH AGUNG
– Nomor 4 Edisi Mei 2014
AKU
berasal dari sebuah daerah dataran tinggi Gayo di
Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darus-
salam. Di tanah kelahiranku itulah aku menamatkan
pendidikan sekolah dasar. SLTP hingga perguruan ting-
gi kujalani di Banda Aceh. Kemandirian dan pendidik­
an adalah semangat yang menjadi ciri khas Urang Gayo
(Suku Gayo). Semangat ini pula yang melekat erat pada-
ku. Bahkan, musibah gempa dan tsunami di Banda Aceh
pada 2004 yang membuatku harus “timbul tenggelam”
dan terseret sampai lebih kurang lima km dari kediaman-
ku ditambah kehilangan adik-adik dan kakak serta kepo-
nakanku tidak sanggup meluluhlantakkan semangatku
untuk terus maju. Pada 2007 aku resmi menjadi salah
satu warga Peradilan Agama di bawah Mahkamah Agung,
tepatnya sebagai Calon Hakim di Mahkamah Syar’iyah
Sigli. Bersyukur adalah tindakan yang tepat atas apa yang
telah ditetapkan oleh-Nya kepadaku dan seharusnya se-
mangat sebagai Urang Gayo itulah yang tetap harus aku
pertahankan di tempat di mana para pencari keadilan
bermuara.
Pada 2010, berbekal surat keputusan pengangkatan
sebagai hakim di Pengadilan Agama Tarempa dan tanpa
terlalu peduli letak wilayahnya berada di mana, perjalan­
an pun dimulai. Semangat diselingi kebingungan akan
minimnya informasi transportasi menuju ke sana tidak
menyurutkan tekadku menuju bumi “kayuh serentak
langkah sepijak” itu. Walaupun di antara rekan-rekan
hakim seangkatan yang berasal dari Aceh saya terjauh
ditempatkan saat itu, namun semangatku kembali berujar
bahwa aku harus bisa menunjukan kepada mereka, walau-
pun terjauh dan terluar ditempatkan, aku harus menjadi
yang pertama berangkat dan menjadi yang tercepat dilan-
tik sebagai hakim. Perjalanan darat selama delapan jam
dari Banda Aceh menuju Medan, perjalanan udara tiga
jam dari Medan-Pekanbaru-Palmatak serta perjalanan
laut selama dua jam dari Palmatak menuju Tarempa harus
aku lalui saat itu. Dari pesawat berukuran besar sampai
berbadan kecil dan berbaling hingga menggunakan kapal
laut yang kecil di tengah cuaca yang buruk dan laut yang
sedang ganas (musim angin utara) sukses aku lewati de­
ngan selamat tiba di Tarempa tanggal 24 Juni 2010 pukul
22.00 WIB.
Semangat yang tinggi adalah modal berharga bagiku
dan itu kembali terbukti karena pada akhirnya tanggal 25
Juni 2010 aku resmi dilantik oleh Ketua Pengadilan Aga­
ma Tarempa (Bpk. YM. Drs.H. Affandi) sebagai hakim
di Pengadilan Agama Tarempa, sedangkan rekan-rekan
seangkatan dari Aceh baru dilantik pada bulan Juli 2010.
Bahkan, terbilang belum lama (+8 bulan) setelah dilantik
aku langsung dipercaya oleh KPA Tarempa sebagai Ketua
Majelis. Penempatan di Pengadilan Agama Tarempa aku
terima karena ini adalah bukti komitmen terhadap apa
yang pernah aku tandatangani sebelumnya dalam surat
pernyataan bermeterai tentang bersedia ditempatkan di
mana saja di seluruh wilayah Republik Indonesia diser-
tai keyakinan bahwa Sang Pencipta pasti telah memper-
siapkan hikmah yang menjadi rahasia-Nya untukku tanpa
harus kujalani dengan keluhan, kesedihan, dan kemarah­
an, atau bahkan mencari kebaikan diri sendiri dengan
jalan tidak benar kepada para penentu kebijakan penem-
patan.
Tarempa adalah nama ibukota Kabupaten Kepu-
lauan Anambas dengan luas wilayah 46.664.14 KM².
Cerita “Laut Cina Selatan” dan “Laut Kepulauan”
Oleh Khaimi, S.HI.*
TIRTA
Khaimi, hakim Pengadilan Agama Dabo Singkep, Kab.
Lingga Provinsi Kepri
1...,44,45,46,47,48,49,50,51,52,53 55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,...84
Powered by FlippingBook