Mahkamah Agung Edisi 4 - page 63

Nomor 4 Edisi Mei 2014 –
MAHKAMAH AGUNG
61
KOLOM
perangkatnya adalah penyempurnaan Buku II yang men-
dukung tupoksi hakim.
Tulisan sederhana ini menyoroti muatan Buku II yang
berlaku di lingkungan peradilan umum. Seperti diketa-
hui, sejauh ini, buku ini selalu menjadi sumber referensi
hukum bagi hakim dalam penanganan perkara, karena
memuat aneka ragam persoalan teknis hukum pidana dan
perdata maupun tata cara penanganan administrasi per-
kara. Tetapi sering buku itu diabaikan karena isinya di-
anggap tidak lengkap, tidak mengatur semua bidang hu-
kum yang muncul dalam praktek, sehingga tidak cukup
akurat dan handal sebagai sumber informasi hukum. Da-
lam konteks ini, revisi Buku II terasa sangat dibutuhkan.
Urgensi Revisi
Ada beberapa alasan mengapa Buku II perlu direvisi.
Pertama, sebagian besar materinya perlu disesuaikan
dengan perkembangan hukum terbaru, baik hukum ma-
teriil maupun acara. Sebagai contoh, pasca-putusan MK
terkait dengan uji materiil terhadap KUHAP dan beberapa
undang-undang (UU) lainya, muncul norma hukum baru
atau pembatasan kewenangan hakim dalam penanganan
kasus tertentu. Tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut
pengaturannya dalam Buku II. Padahal hakim membutu-
hkan kepastian atas dampak perubahan itu.. Belum lagi,
berlakunya beberapa UU terbaru mengakibatkan materi
Buku II dengan acuan UU lama menjadi out of date.
Keadaan ini sangat kontras dengan harapan, jika kita
mengacu pada Keputusan Ketua MA No. KMA/032/SK/
IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelak-
sanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan. Pada diktum
kedua keputusan itu disebutkan: memerintahkan kepada
semua pejabat struktural dan fungsional beserta aparat
peradilan untuk melaksanakan Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Pengadilan sebagaimana terse-
but dalam Buku II secara seragam, disiplin, tertib dan
bertanggungjawab. Perlu dicatat, Surat Keputusan itumasih
berlaku dan belum dicabut. Konsekuensinya, keseluruhan
materi dalam Buku II tetap berlaku, namun seharusnya
dengan penyesuaian kondisi terkini.
Kedua, Buku II perlu disusun secara lebih sistematis
dan komprehensif. Sistematis, bermakna muatannya tidak
hanya sekadar penjelasan bidang hukum yang sifatnya
umum, melainkan juga prosedur penanganan dan bentuk
produk putusan/penetapan hakim, terkait hal teknis yang
dihadapi hakim. Komprehensif, bermakna kaidah hukum
teknis maupun pedoman/cara penanganan yang tersebar
di luar peraturan perundangan maupun berbagai aturan
internal MA, seperti termuat dalam berbagai PERMA,
SEMA, maupun hasil Rakernas MA bisa diintegrasikan ke
dalam Buku II. Demikian pula, hasil rapat pleno kamar
di MA, yang menghasilkan beberapa rumusan kaidah
hukum penting dalam praktek peradilan, akan lebih baik
kalau dimuat dalam Buku II, dengan tujuan memudahkan
hakimmemperoleh informasi hukum yang terkait dengan
perkara yang ditanganinya.
Dengan cara ini, Buku II akan sangat membantu
hakim dalam percepatan penyelesaian perkara. Selain itu,
akan tercipta kesamaan persepsi di kalangan para hakim
atas penanganan kasus tertentu, jika dilihat dari sisi nor-
manya, tanpa mengabaikan perbedaan pendapat. Intin-
ya, susunan Buku II secara komprehensif dan
uptodate
diharapkan menjadi semacam
benchmark
, buku pintar
hakim. Buku ini kelak akan menjadi rujukan bagi hakim
dalam penyelesaian kasus konkrit yang dihadapinya. Asas
hukum acara
ius curia novit
memang belum menjadi ja-
minan bahwa setiap hakim yang mengadili suatu perkara
memahami benar hukumnya maupun sumber rujukan­
nya. Di sinilah Buku II dapat berperan sebagai alat bantu
hakim dalam mencari dan menemukan sumber hukum
yang tepat dan akurat dalam memutus perkara.
Beberapa Substansi Revisi
Tanpa bermaksud mengurangi nilai plus Buku II lama
yang sudah menjadi pedoman dalam praktek peradilan
selama ini, harus diakui bahwa beberapa materi di da-
lamnya, terutama menyangkut aspek teknis hukum bagi
hakim, perlu dirumuskan kembali.
Di bidang perdata, perlu pengaturan mengenai
persoalan seputar lelang objek jaminan hak tanggungan
yang sering digugat debitur pemilik objek jaminan di
Pengadilan Negeri. Lelang yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atas
permintaan kreditur (bank) seringkali dipersoalkan debi­
tur karena merasa penentuan harga limit terlalu rendah
dan berpotensi menimbulkan kerugian baginya. Hakim
pun sependapat dengan dalil gugatan penggugat, lalu
memutus menurunkan harga limit. Akibatnya, proses le-
lang – sekalipun sudah selesai, bahkan telah terbit risalah
lelang – malah terkesan menjadi mentah kembali sehing-
ga menimbulkan ketidakpastian hukum. Persoalannya,
apakah hakim berwenang menetapkan harga limit dalam
proses lelang melalui KPKNL? Bukankah penetapan nilai
limit sepenuhnya menjadi tanggung jawab penjual, dalam
hal ini kreditur (bank selaku pemegang hak tanggungan),
seperti ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Le-
1...,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62 64,65,66,67,68,69,70,71,72,73,...84
Powered by FlippingBook