Mahkamah Agung Edisi 4 - page 60

58
MAHKAMAH AGUNG
– Nomor 4 Edisi Mei 2014
Eksistensi Pengadilan Tipikor
Cantolan atau payung hukum keberadaan Pengadilan
Tipikor awalnya Pasal 53 UU No.30 tahun 2002 tentang
KPK, yang menyatakan: “Dengan UU ini dibentuk Peng-
adilan Tipikor yang bertugas dan berwenang memeriksa
dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”. Namun,
Pasal 53 tersebut dibatalkan oleh Mahkmah Konstitusi
(MK) dalamuji materi yang diajukan oleh beberapa elemen
masyarakat melalui putusan No. 016/PUU-IV/2006 karena
bertentangan dengan Konstitusi Pasal 24 AUUD 1945. MK
berpandangan pembentukan Badan Peradilan baru (Peng­
adilan Tipikor) harus dengan UU tersendiri bernaung di
bawah Mahkamah Agung (MA) sebagai Badan Peradilan
Negara tertinggi yang mandiri dan independent. Oleh
karena itu dalam putusan-nya MK memerintahkan agar
Pengadilan Tipikor diatur di dalam UU tersendiri terpisah
dari UUKPKNo.30 Tahun 2002. MKmemberi batas waktu
tiga tahun kepada pembentuk UU (DPR dan Pemerintah)
terhitung sejak Putusan MK, untuk membentuk Peng­
adilan Tipikor. Akhirnya pada tanggal 29 Oktober 2009
diundangkan UU No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tipikor sebagai Pengadilan khusus di bawah MA yang ber-
wenang mengadili perkara tipikor.
Walaupun istilah “pengadilan khusus” tidak dikenal di
dalam sistem hukum Indonesia (vide pasal 10 UU Keku­
asaan Kehakiman No.28 Tahun 2009) yang hanya men-
genal empat lingkungan Peradilan di bawah MA yaitu
Peradilan Umum/Negeri, Peradilan Agama, Peradilan
Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer, namun melalui
ketentuan pasal 15 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman
No.48 Tahun 2009 Pengadilan Tipikor mendapat tempat
di dalam sistem Peradilan Indonesia sebagai Pengadilan
khusus. Pasal 15 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman
No.48 Tahun 2009 menyatakan, “Pengadilan khusus da­
pat dibentuk di dalam salah satu lingkungan Peradilan
sebagaimana pasal 10 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman”.
Saat ini keberadaan Pengadilan Tipikor telah tersebar
di seluruh Ibukota Propinsi di Indonesia yang berada di
lingkungan Peradilan Umum/Pengadilan Negeri, dengan
nama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri ………
(Nama Pengadilan Negeri yang berkedudukan di Ibuko-
ta Propinsi setempat). Pengadilan Tipikor ini diberi ke-
wenangan khusus oleh UU no.46 tahun 2009 untuk me-
meriksa dan mengadili perkara-perkara korupsi (vide
pasal 5 UU No.46/2009) terhadap tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur di dalam UU Tipikor No.31 Tahun
1999 jo UU No.20 Tahun 2001 dan yang diatur di luar UU
Tipikor ini sepanjang terhadap UU tersebut secara tegas
mengatur ketentuan korupsi (Pasal 14 UU Tipikor). Sa-
lah satu ciri Pengadilan Tipikor adanya Hakim Ad Hoc
dalam komposisi Majelis Hakim dari unsur masyarakat
yang mempunyai keahlian khusus/tertentu dengan pen-
galaman kerja minimal 15 tahun dibidangnya.
Revisi KUHAP dan KUHP
Inisiatif pemerintah merevisi KUHAP dan KUHP yang
akan dibahas bersama DPR dengan memasukkan delik-de-
lik korupsi ke dalam RUU KUHP sebagaimana termuat
dalam bab XXXVII ketentuan peralihan pasal 757 huruf c
yang menyatakan: “Kualifikasi tindak pidana kejahatan dan
pelanggaran yang diatur di dalam semua UU atau Peratur-
an Daerah (catatan penulis termasuk yang diatur di dalam
UU Tipikor) dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan
tindak pidana”. Apabila RUU KUHP tersebut disetujui oleh
DPR sebagai UU, menjadi pertanda hilangnya eksistensi
Pengadilan Tipikor dengan argumentasi:
Pertama, kewenangan Pengadilan Tipikor mengadili
perkara- perkara tipikor sebagaimana amanat UU 46/2009
menjadi lumpuh atau bahkan tidak ada lagi karena Peng-
adilan Tipikor kehilangan dasar pijakan/dasar hukum. Di
dalam RUU KUHAP Pasal 3 ayat (1) dinyatakan: ”Ruang
lingkup berlakunya UU ini adalah untuk melaksanakan
tata cara Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum
pada semua tingkat Peradilan, Ayat (2), “ Ketentuan da-
lam UU ini berlaku juga terhadap tindak Pidana yang dia-
tur dalam UU di luar KUHP (catatan penulis termasuk
UU Tipikor), kecuali UU tersebut menentukan lain”. Pasal
Pengecualian yang berbunyi, “Kecuali UU tersebut me-
nentukan lain” telah kehilangan makna karena dilumpu-
hkan oleh pasal 757 RUU KUHP bab XXXVII ketentuan
peralihan yang menyatakan: “ (a) Terhadap UU di luar
UU ini (catatan penulis termasuk UU Tipikor) diberikan
masa transisi paling lama 3 (tiga) tahun untuk dilakukan
penyesuaian dengan UU ini, (b).Setelah jangka waktu se-
bagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir maka keten-
tuan pidana di luar UU ini (catatan penulis termasuk UU
Tipikor) dengan sendirinya bagian dari UU ini (catatan
penulis KUHP yang baru). Dengan rumusan pasal terse-
but akan terjadi peniadaan Pengadilan Tipikor secara per-
lahan-lahan, umur Pengadilan Tipikor tidak akan lebih
dari 3 tahun lagi terhitung sejak RUU KUHAP dan KUHP
ini disetujui menjadi UU, karena kewenangan yang dimi-
liki Pengadilan Tipikor memeriksa perkara khusus korup-
si sudah tidak ada lagi. Obyek pemeriksaan Pengadilan
Tipikor yang semula dirumuskan di dalam UU Tipikor,
apabila tetap dimasukkan di dalam RUU KUHP tidak
akan dapat dijangkau oleh Pengadilan Tipikor.
KOLOM
1...,50,51,52,53,54,55,56,57,58,59 61,62,63,64,65,66,67,68,69,70,...84
Powered by FlippingBook