Mahkamah Agung Edisi 5 - page 63

Nomor 5 Edisi September 2014 –
MAHKAMAH AGUNG
61
KOLOM
nya anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang
dari orang tuanya. Orang tua lupa memiliki tanggung
jawab kepada anaknya karena terlalu sibuk dengan
urusan dan rutinitas pekerjaannya.
Anak Sekolah
Pada suatu kesempatan saya pernah bertanya ke-
pada pelayan toko yang menjual alat kontrasepsi. Yang
dengan bebas dan tanpa rasa khawatir meletakkan
alat kontrasepsi pada bagian etalase tokonya yang
sangat mudah diakses oleh setiap pengunjung. Men-
gapa mereka menempatkan alat-alat kontrasepsi ini
pada bagian terdepan yang mudah dijangkau oleh sia-
pa pun. Dengan entengnya penjual tersebut mengatakan bahwa justru barang yang demikian paling di-
cari dan paling laris. Lalu saya tanya lagi, apakah ada
anak-anak sekolah yang biasa membeli alat tersebut?
Dan saya terhenyak ketika penjualnya menjawab, jus-
tru anak-anak yang masih berseragam sekolah biasa
membeli alat kontrasepsi berupa kondom.
Suami saya yang seorang dokter memberitahukan
bahwa anak-anak sekarang sudah berani dan tau melakukan hubungan layaknya suami isteri dan cara-cara
mereka untuk mengatasi kehamilan.
Tentulah ini sangatmenghawatirkan, dapat dibayang-
kan apa jadinya jika sudah demikian. Tentu ini hanya
menjadi gambaran kecil dari sekelumit persoalan yang
terjadi di masyarakat. Mudahnya pengaruh dari luar
lingkungan, posisi anak sebagai pihak yang lemah, kon-
trol kesadaran orang tua dalam mengantisipasi tindak
kejahatan seksual pada anak. Masih kurangnya pro-
gram edukasi seks bagi anak dari pihak keluarga, mas-
yarakat, dan pemerintah terkait. Moralitas masyarakat,
khususnya pelaku pelaku jasa, budaya malu yang telah
mengalami pergeseran nilai, adat, etika dan sopan san-
tun yang mulai memudar oleh pengaruh tontonan yang
tidak mendidik. Tekhnologi canggih, fashion dan gaya
hidup, serta konsumerisme menjadikan anak-anak rentanmengalami kekerasan seksual, membuat keadaan se-
makin parah sekarang ini
Apakahpasal-pasaldalamhukumpidanamateriil,mam-
pumenegakkankeadilanbagikorbankekerasanseksualpada
anak-anak dan mampu mencegah dan meminimalisir ter-
jadinya segala tindak pidana kekerasan seksual pada anak?
Jika dilihat dari isinya, pada Pasal 81 ayat (1) UU 23/2002
menyebut setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak me­
lakukan persetubuhan dengannnya atau dengan orang
lain, dipidana dengan pindana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).
Demikian pula pada Pasal 82 UU 23/2002 berbunyi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekeras-
an atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).
Mengacu pada hukuman pidana penjara dan denda, terutama Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 pada
Undang-Undang Perlindungan Anak, sebenarnya an-
caman terhadap tindak kejahatan kekerasan seksual
pada anak, menurut saya sudah tergolong keras. na-
mun, dalam kenyataannya pasal-pasal pengancam
itu agaknya tidak membuat takut atau jera pelaku ke-
kerasan seksual. Terbukti dengan masih bermunculannya kasus-kasus kekerasan seksual yang masih saja
terjadi di berbagai pelosok negeri ini.
Pengkajian UU
Mungkin Pemerintah perlu melakukan pengkajian
terhadap Perangkat Undang-Undang yang ada saat
ini, perlu melakukan penguatan, revisi, dan penyem-
purnaan atas Undang-Undang dan aturan yang telah
ada. Khususnya dalam pelaksanaannya di lapangan,
sehingga ada efek tangkal, efektif dalam pemberlakuannya dan penjatuhan hukuman yang tidak ringan
bagi pelaku kejahatan. Dan yang terpenting adalah
memikirkan dampak psikologis korban. Upaya-upaya
preventif juga dapat dilakukan dengan membuat pro-
gram yang berlaku menyeluruh mulai  dari tingkat
terkecil hingga lingkup yang lebih luas, juga di sekolah
dan lingkungan sejenis untuk mencegah kejahatan
dan kekerasan terhadap anak.
Di daerah pelosok, saya masih melihat bahwa so-
sialisasi masih pasif dan kurang menyentuh. Pro-
gram edukasi kepada semua golongan masyarakat
mengenai pencegahan kejahatan terhadap anak dan
tindakan-tindakan serta hukuman bagi pelaku sangat tidak tersentuh. Ketika dalam suatu pemeriksaan
perkara anak, dalam pledoi yang disampaikan oleh seorang Terdakwa yang baru saja mencapai usia dewa-
sa menyatakan bahwa, perbuatan yang dilakukannya
1...,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62 64,65,66,67,68,69,70,71,72,73,...92
Powered by FlippingBook