Mahkamah Agung Edisi 5 - page 57

Nomor 5 Edisi September 2014 –
MAHKAMAH AGUNG
55
KOLOM
Praktek di lapangan/persidangan
Pengadilan Tipikor di Jakarta dan berbagai daerah pada
umumnya, di samping menjatuhkan pidana penjara kepa-
da terdakwa, juga menjatuhkan pidana tambahan berupa
pembayaran uang pengganti. Namun informasi yang pe-
nulis peroleh dari Jaksa di berbagai seminar, Jaksa selaku
eksekutor kadang kala menghadapi kendala dalam men-
jalankan pasal 18 Undang-Undang Tipikor, karena terpi­
dana lebih memilih menjalani pidana penjara pengganti
daripada harus membayar uang pengganti, sementara itu
harta benda terdakwa yang kelihatan tidak ada atau tidak
cukup untuk membayar uang pengganti. Bahkan dalam
suatu kasus Tipikor, menurut keterangan Jaksa tersebut,
ada terpidana yang tidak mau keluar dari penjara meski-
pun masa pidana pokoknya telah dijalankan sesuai putusan
Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, namun mereka
masih tetap ingin di dalam penjara hendak menjalani pida-
na penjara pengganti untuk menghindari membayar uang
pengganti dan hendak menjalani pidana kurungan peng-
ganti, untuk menghindar membayar denda.
Dari kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan semen-
tara bahwa penggunaan pasal 18 Undang-Undang Tipi­
kor dinilai tidak optimal sebagai instrument pemulihan
keuangan Negara yang bocor karena dikorupsi. Kalaupun
terpidana punya harta benda hasil korupsi, namun sulit
dijangkau oleh hukum karena tentunya sudah disamar-
kan atas nama pihak lain, baik keluarga (istri/suami, anak,
orang tua, saudara) ataupun pihak ketiga lainnya.
Oleh karena itu, sebagai salah satu solusi atau jalan
keluar untuk lebih mengoptimalkan pengembalian uang
Negara, jaksa KPK di dalam dakwaannya mulai meng-
gunakan instrumen Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 jo. Un-
dang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pencegah­
an dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU)/Money Laundering, seperti dalam kasus-kasus
Tipikor: 1) Skandal Suap pengurusan sengketa Pilkada di
Mahkamah Konstitusi; 2) Skandal suap pengurusan kuota
impor daging sapi; 3) Kasus pengadaan alat simulator SIM
di Korlantas Polri; 4) Suap pembahasan anggaran DPID.
Berdasarkan hasil penelitian dari Indonesia Round
Table (Erwin Natosmal Oemar), merujuk catatan Buletin
Statistik Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuang­
an (PPATK) yang dimuat pada Harian Kompas, Rabu 6
Agustus 2014, per Juni 2014, jumlah perkara TPPU yang
diputus oleh Pengadilan selama semester I-2014 menca-
pai 11 perkara atau naik 6 perkara dibandingkan periode
sama tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, seluruh
dakwaan TPPU terbukti di Pengadilan. Kasus TPPU mu-
lai diterapkan tahun 2005 hingga saat ini yang diputus
oleh Pengadilan sebanyak 116 perkara, rata-rata perka-
ra TPPU mencapai 13 kasus per tahun (Kompas Rabu 6
Agustus 2014).
Sungguh tepat pendapat Dr. Muhammad Yusuf, S.H.,
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), dan Dr.Yunus Husein, S.H., LLM, mantan Ke-
pala PPATK, bahwa paradigma baru di dalam membe­
rantas kejahatan berkarakter luar biasa (Extra Ordinary
Crimes) tidak hanya mengejar pelaku tindak pidana (Fol-
low the Suspect), namun juga menelusuri ke mana dana/
uang hasil kejahatan mengalir (Follow the Money). Pen-
dekatan Follow the Money memudahkan dilakukannya
asset tracking (penelusuran aset), karena pada umumnya
pelaku kejahatan (korupsi) menyembunyikan atau me­
nyamarkan hasil kejahatan, antara lain dengan cara: 1)
Placement, yakni menempatkan hasil kejahatan ke dalam
sistem keuangan, contoh disimpan di dalam Bank atau
untuk membeli Polis Asuransi, 2) Layering, yakni dana
hasil kejahatan ditarik lagi dari rekening Bank untuk di-
ubah bentuknya guna mempersulit pelacakan asal usul
dana, contoh uang hasil kejahatan lalu digunakan untuk
usaha show roommobil atau jual beli mobil atau usaha su-
permarket, 3) Integration, yakni menggunakan uang yang
telah dicuci dengan cara placement dan layering tersebut
untuk transaksi-tansaksi bisnis resmi, seolah-olah bukan
uang hasil kejahatan contoh digunakan usaha ekspor im-
por, bisnis property.
Dalam konstruksi TPPU, penerima aliran dana sesuai
pasal 5 UU TPPU No.8/2010 kalau dengan sengaja atau
patut diduga mengetahui transfer itu diperoleh dari tipi­
kor bisa dijerat dengan TPPU sebagai pelaku pasif.
Kewenangan Penuntutan TPPU/Money launder-
ing Predicate Crime Korupsi
Pada awal bulan Juli 2014 Majelis Hakim Pengadilan
Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana seumur hidup kepada
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi inisial (AM) karena
terbukti korupsi, yakni menerima janji atau hadiah berupa
uang dari para calon bupati/walikota dalam penanganan
beberapa sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi, de­
ngan tujuan agar perkaranya dimenangkan, di mana uang
serta aset-aset hasil korupsi tersebut sesuai dakwaan TPPU
dari Jaksa KPK, sebagian besar sudah dialihkan kepada pi-
hak ketiga, di antaranya dialihkan di perusahaan milik ke­
luarga AM, dinyatakan dirampas untuk Negara.
Putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat (dis-
senting opinion) oleh 2 (dua) hakim anggota menyang-
1...,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56 58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,...92
Powered by FlippingBook