Mahkamah Agung Edisi 6 - page 33

Nomor 6 Edisi Desember 2014 –
MAHKAMAH AGUNG
31
c
WAWANCARA
er). Ini memotivasi saya menjadi penegak hukum.
Kedua, ketika saya ditugaskan pertama kali di Makas-
sar, Kakumdam (Kepala Hukum Daerah Militer XIV
Hasanuddin) yang bernama Kolonel Subagyo, komandan
saya, selalu memberikan spirit dan dorongan kepada saya.
Beliau mengatakan, “Kalau kamu mau menjadi ‘orang’,
masuklah AHM (Akademi Hukum Militer).”
Menurut saya dari motivasi itu ada hal-hal yang akan
dituju, kalau kita kuat insya Allah akan tercapai. Tidak
lupa semua ini juga karena doa orang tua (IBU).
Tahun berapa masuk militer? Di mana pertama kali
bertugas?
Tahun 1969, ketika sarjana muda (tingkat IV Fakultas
Hukum di Universitas Brawijaya Malang), saya ikut wa-
mil (wajib militer). Pendidikan selama satu tahun. Selesai
pendidikan, saya ditugaskan pertama kali di Makassar se-
bagai Panitera Pengganti. Di sini saya terus terpacu untuk
sekolah lagi.
Sudah bertugas di mana saja?
Lepas dari Makassar, saya bertugas di Yogyakarta se-
bagai oditur, kemudian di Bali sebagai kepala oditur. Per-
tama kali sebagai hakim di Dilmil I Banda Aceh, kemudi-
an di Dilmil Palembang.
Selama menjadi hakim militer adakah peristiwa/
pengalaman yang tak bisa dilupakan?
Di lingkungan militer, karier bisa zig
zag. Maksudnya, oditur bisa menjadi
hakim, panitera pengganti bisa menjadi
hakim. Kalau di sipil
kan
tidak bisa.
Ketika saya bertugas di Dilmil Den-
pasar, saya melaksanakan hukuman
mati. Saya menjadi eksekutor. Pada saat
itu saya menjadi kepala oditur (Jaksa
Penuntut Umum). Kasus tahanan PKI,
divonis tahun 1965, tetapi baru diekse-
kusi tahun 1987. Namanya Kapten Ah-
mad. Lumayan dramatis karena selama
di tahanan saya cukup terlibat secara
emosional dengan terdakwa. Saya me-
monitor aktivitasnya setiap hari. Apa-
kah kesehatannya bagus atau kondisi
psikologinya baik. Terjadi obrolan-obro-
lan. Pendiriannya tentang ideologi Ko-
munis sangat kental dan tidak bisa digo-
yahkan. Bahkan, apabila anaknya datang
menjenguk, dia selalu berpesan kepada
anaknya agar melanjutkan perjuangannya. Oleh sebab itu
saya semakin mantap mengeksekusinya, menurut saya
orang seperti ini harus segera dibinasakan.
Sebelum eksekusi, kami panggil dulu keluarganya.
Apakah ada pesan-pesan terakhir.
Pelaksanaan eksekusi pukul 2 dinihari, regu tembak ada
enam. Saya yang memberikan aba-aba dengan mengangkat
pedang dan menyenter ke arah jantung terdakwa, yang su-
dah diberi tanda
spot light
agar
sniper
langsung mengarah
ke jantung. Posisi saya antara regu tembak dan terdakwa.
Terdakwa terlihat sangat siap, karena ketika matanya akan
ditutup dia tidak mau. Tetapi tetap saya tutup. Ketika sudah
ditembak, saya bersama seorang dokter memeriksa nadi­
nya dan sudah tewas. Seandainya setelah ditembak belum
tewas juga, yang harus menembak ulang adalah saya, sam-
pai benar-benar tewas.
Karena ini tugas, maka saya harus melaksanakan.
maka saya harus melaksanakan.
Setelah menjadi eksekutor, secara psikologis Bapak
tidak terganggu?
Sehari setelah kejadian, saya sempat dihantui peristiwa
yang baru pertama kali saya alami itu.
Kan
pelaksanaan hu-
kuman mati pukul 2 dini hari. Malam sesudahnya, ketika
saya sedang menyetir mobil, tiba-tiba di depan kaca mobil
muncul wajah terdakwa. Saya kaget, lalu menabrak tiang lis-
trik, sampai rubuh. Sempat padam listrik di sepanjang jalan
itu. Saya lapor kepada PLN, dengan maksud akan menggan-
ti kerugian PLN. Namun, PLN menolak ganti rugi tersebut.
Bahkan dikatakan baru kali ini ada orang melaporkan dan
mau ganti rugi kejadian seperti itu.
Dr. H.M. Imron Anwari disumpah menjadi Ketua Kamar
Militer, bersama Dr. Artidjo Alkostar yang menjadi Ketua
Kamar Pidana.
1...,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32 34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,...80
Powered by FlippingBook